V. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Respirasi
merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik
tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah ( 1981),
respirasi merupakan proses pernafasan dan metabolisme dengan menggunakan O2
dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak
yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah energy.
Tumbuhan
melakukan respirasi untuk menghasilkan energy guna melakukan proses
fotosintesis. Tumbuhan yang telah mengalami pasca panen akan tetap mengalami
proses respirasi dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan saat masih tertanam
dipohonnya. Respirasi yang dilakukan oleh buah akan menghasilkan panas yang
mana sangat penting dalam menghitung kebutuhan refrigerasi dan ventilasi selama
penyimpanan. Laju perusakan komoditas biasanya berbanding langsung dengan laju
respirasinya.
Buah
menurut pola respirasinya, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu buah pola
pernafasaan klimaterik dan non-
klimaterik. Buah pola pernafasan klimaterik akan mengalami peningkatan laju
produksi etilen dan CO2. Sedangkan buah non- klimaterik tidak akan
mengalami peningkatan laju produksi etilen dan CO2. Etilen merupakan
suatu hormone berbentuk gas yang dihasilkan secara alami oleh buah- buahan yang
mana gas tersebut dapa menyebabkan perubahan- perubahan karaktersistik
tertentu.
Pada
praktikum kali ini, akan dilakukan pengujian mengenai laju respirasi terhadap
berbagai jenis buah serta beberapa factor yang mempengaruhinya. Laju respirasi
dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan eksternal. . Sampel buah
yang akan diamati adalah jeruk, ketimun, alpukat dan apel.
A. Penentuan Pola Respirasi
Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menyusun 5 buah tabung secara berdampingan
dimana tabung 1 diisi oleh air kapur yang sudah jenuh, tabung 2 diisi oleh 50
ml NaOH 0,1 N, tabung 3 diisi oleh sampel buah, tabung 4 dan 5 masing- masing
diisi oleh 50 ml NaOH 0,1 N. Penambahan NaOH bertujuan untuk menangkap udara CO2
dari lingkungan.
Tutup
tabung masing- masing dilengkapi dengan selang yang terhubung antara tabung
yang satu dengan tabung yang lainnya. Kemudian, tutup tabung hingga vakum dan
tidak ada celah udara dengan menggunakan plastisin. Hubungkan salah satu selang
tabung 1 dengan aerator kemudian dinyalakan selama 1 jam hingga semua cairan
tabung membentuk gelembung- gelembung. Setelah 1 jam, campurkan NaOH dari
tabung 3 ke tabung 4, lalu diambil sebanyak 25 ml ke dalam Erlenmeyer.
Ditambahkan 3 tetes indicator PP lalu dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N
hingga warnanya berubah hingga tidak berwarna.
( Gambar 1: Susunan Alat Penentu Laju Respirasi )
Hasil
praktikum diatas, dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Table
1. Hasil Praktikum Sampel Alpukat
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
hijau tua
+++++
|
hijau tua++++
|
hijau
kecoklatan
|
hijau pekat
kecoklatan
|
hijau
kehitaman
|
Aroma
|
tidak beraroma
|
tidak beraroma
|
tidak beraroma
|
tidak beraroma
|
tidak beraroma
|
Tekstur
|
keras +++++
|
keras ++++
|
keras +++
|
keriput
|
keriput, empuk
|
mL HCl
|
23,9
|
22,3
|
23,7
|
22,3
|
29,8
|
Berat
|
514 g
|
505 g
|
495 g
|
489 g
|
481 g
|
Laju respirasi
|
0,0205
|
0,0766
|
0,0284
|
0,079
|
-0,194
|
Table 2. Hasil Praktikum Sampel Apel
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
hijau muda ++
|
hijau muda +++
|
hijau muda +++
|
hijau muda +++
|
hijau muda
++++
|
Aroma
|
segar +++++
|
wangi ++++
|
wangi ++++
|
wangi ++++
|
wangi ++
|
Tekstur
|
keras +++++
|
keras ++++
|
keras melunak
|
mulai melunak
|
lunak, empuk
|
mL HCl
|
23,5
|
23,7
|
24,9
|
24,9
|
30,6
|
Berat
|
520 g
|
460,65 g
|
515 g
|
513,65 g
|
510 g
|
Laju respirasi
|
0,0338
|
0,0306
|
-0,0136
|
-0,0137
|
-0,2105
|
(
Grafik 2: Laju Respirasi Apel )
Proses respirasi diawali dengan adanya
penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan
secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam
respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang
antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan
karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk
ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel
tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen
dari udara, oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa
tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam
sitrat, dan transpor elektron.
Menurut
literature, apel dan alpukat tergolong kedalam kelompok buah pola respirasi
klimaterik ( Carmencita, 2008). Buah klimaterik akan mengalami penurunan jumlah
karbondioksida yang diproduksi hingga mendekati pelayuan. Lalu dengan tiba-
tiba akan mengalami peningkatan produksi gas karbondioksida dan selanjutnya
akan mengalami penurunan kembali.
Apabila
melihat dari kedua table dan grafik diatas, didapatkan bahwa laju respirasi
pada sampel apel mengalami penurunan secara konstan. Sedangkan pada sampel alpukat,
laju respirasi menurun pada hari ke-3 yang kemudian mengalami peningkatan
kembali. Pada hari ke- 5, sampel kembali mengalami penurunan laju respirasi.
Perbedaan diatas, kemungkinan disebabkan oleh factor internal dari buah itu
sendiri. Apel tergolong kedalam kelompok buah klimaterik Gradual Decrease Type yaitu jenis buah yang laju respirasinya
menurun secara perlahan selama proses pematangan. Sedangkan buah alpukat,
tergolong kedalam buah klimaterik Temporary
Rise Type atau jenis buah yang meningkat secara temporer dan pematangan
penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai.
Peningkatan
laju respirasi berkaitan dengan peningkatan produksi gas etilen. Pada sampel
alpukat, didapatkan bahwa produksi gas etilen meningkat pada hari ke- 4. Hal
tersebut dapat dilihat dari warnanya yang berubah menjadi hijau kecokelatan.
Teksturnya yang berubah menjadi melunak menandakan bahwa semakin hari,
pematangan buahnya dipercepat oleh adanya gas etilen. Sedangkan pada sampel
apel, didapatkan bahwa semakin lama, sampel mengalami peningkatan kepekatan
warna menjadi hijau muda pekat. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya gas
etilen yang mempercepat hilangnya warna hijau yang kemudian mempercepat
pematangan pada buah.
( Gambar 2: Laju Respirasi Klimaterik Pada Berbagai
Jenis Buah )
Table
3. Hasil Praktikum Sampel Ketimun
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
hijau ++
|
hijau +
|
hijau
kekuningan
|
hijau
kekuningan
|
hijau
kekuningan
|
Aroma
|
khas timun
|
tidak beraroma
|
bau +
|
bau ++
|
bau +++
|
Tekstur
|
keras ++
|
keras
|
lembek +
|
lembek +
|
lembek ++
|
mL HCl
|
21,3
|
21,5
|
22,9
|
29,6
|
29,6
|
Berat
|
600
|
600
|
550
|
520
|
500
|
Laju respirasi
|
0,0938
|
0,088
|
0,0512
|
-0,1726
|
-0,17952
|
(
Grafik 3: Laju Respirasi Ketimun )
Table
4. Hasil Praktikum Sampel Jeruk
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
kuning kehijauan
|
kuning
kehijauan ++
|
kuning
kehijauan ++
|
kuning
kehijauan +
|
kuning pucat
|
Aroma
|
tidak berbau
|
aroma khas
jeruk
|
aroma khas
jeruk ++
|
tidak beraroma
|
khas jeruk ++
|
Tekstur
|
keras ++
|
keras
|
lunak +
|
lunak ++
|
lunak ++
|
mL HCl
|
23,1
|
22,8
|
25,2
|
25
|
|
Berat
|
500
|
500
|
480
|
450
|
|
Laju respirasi
|
0,04928
|
0,05984
|
-0,0256
|
-0,0183
|
|
(
Grafik 4: Laju Respirasi Jeruk )
Ketimun dan jeruk
merupakan buah- buahan dengan pola respirasi non- klimaterik dimana selama
prosesnya tidak mengalami peningkatan laju produksi etilen dan CO2..
Perbedaan antara buah
klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah
klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan
etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat
perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja ( Carmencita, 2008).
Berdasarkan
data diatas, didapatkan bahwa ketimun mengalami penurunan laju respirasi secara
konstan. Sedangkan sampel jeruk, mengalami penurunan yang kemudian diikuti
dengan peningkatan laju respirasi. Hasil praktikum sampel jeruk dianggap
sebagai suatu kesalahan karena tidak sesuai dengan literature. Perbedaan tersebut
kemungkinan disebabkan adanya pengaruh lingkungan seperti suhu, tekanan fisik,
serangan patogenik, cahaya dan stres air. Semakin lama sampel buah berespirasi,
intensitas warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi
degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan
aktivitas enzim klorofilase.
B. Pengaruh Suhu Rendah Terhadap Laju Respirasi
Sebagai
pembandinganya, akan dilakukan pengujian mengenai pengaruh suhu rendah terhadap
laju respirasi dari berbagai jenis buah. Suhu merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi laju respirasi dari buah- buahan. Sampel buah yang digunakan masih
berjenis apel, alpukat, jeruk dan ketimun. Ditimbang sampel buah sebanyak 0,5
kilogram kemudian disimpan kedalam toples besar yang berisi es. Susun toples-
toples seperti praktikum penentuan pola respirasi. Lakukan prosedur yang sama
seperti praktikum penentuan pola respirasi hingga tahap titrasi.
Table
5. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Apel
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
Hijau Muda
|
Hijau Muda
|
Hijau Muda
|
Hijau Muda Bintik Coklat
|
Hijau Muda
|
Aroma
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tekstur
|
Keras (++)
|
Keras ( +)
|
Keras
|
Keras (-)
|
Keras (--)
|
mL HCl
|
25,11
|
24,17
|
20,7
|
29,9
|
23,36
|
Berat
|
0,295
|
0,294
|
0,294
|
0,293
|
0,300
|
Laju respirasi
|
238,047
|
295,129
|
502,857
|
-48,055
|
336,747
|
Suhu
|
160 C
|
110 C
|
170 C
|
110 C
|
190 C
|
( Grafik 5: Laju Respirasi Apel Suhu Rendah )
Table
6. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Alpukat
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
Hijau (++++)
|
Hijau (++++)
|
Hijau Tua
|
Hijau Tua
|
Hijau Tua
|
Aroma
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tekstur
|
Keras (+++)
|
Keras (+++)
|
Keras (+++)
|
Keras
|
Keras
|
mL HCl
|
28,5
|
27
|
28,8
|
28
|
21,92
|
Berat
|
0,518
|
0,51209
|
0,509
|
0,507
|
0,505
|
Laju respirasi
|
20,386
|
72,1748
|
10,37
|
38,185
|
250,23
|
Suhu
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
(
Grafik 6: Laju Respirasi Alpukat Suhu Rendah )
Penyimpanan
pada suhu rendah bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan umur simpan dari
suatu bahan pangan. Prinsip penyimpanan suhu rendah pada buah- buahan dan
sayuran adalah menekan peningkatan laju respirasi dan transpirasi sehingga
kedua proses tersebut akan berjalan lambat ( Satuhu,1996). Apabila
membandingkan antara laju respirasi sampel ( baik apel maupun alpukat ) suhu
rendah dengan suhu ruang, didapatkan bahwa laju respirasi sampel suhu rendah
lebih tinggi dibandingkan sampel suhu ruang. Hal tersebut mungkin disebabkan
adanya pengaruh factor luas permukaan, umur panen, adanya luka dan kandungan
gula yang tinggi pada sampel.
Kemungkinan
yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju respirasi tersebut adalah:
1.
Sampel yang digunakan pada pengujian
pengaruh suhu rendah memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan
sampel yang digunakan pada pengaruh suhu ruang. Hal tersebut merupakan salah
satu alasan mengapa alpukat memiliki laju respirasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan apel. Semakin kecil ukuran suatu buah, maka laju
respirasinya akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan luas permukaan yang
bersentuhan dengan udara lebih banyak, sehingga O2 yang berdifusi
kedalam jaringan pun semakin banyak.
2.
Sampel yang digunakan pada pengujian
pengaruh suhu rendah dipanen lebih awal dibandingkan dengan sampel yang
digunakan pada praktikum sebelumnya. Hal tersebut berkaitan pada kemampuan
metabolisme pada jaringan muda yang lebih aktif dibandingkan dengan jaringan
tua. Selain tiu, pada buah yang dipanen lebih muda akan memiliki kulit yang
lebih tipis sehingga laju respirasinya pun akan semakin meninggi. Hal tersebut
merupakan salah satu alasan mengapa laju respirasi pada sampel apel lebih
tinggi dibandingkan pada alpukat.
Komposisi
alami pada buah pun ikut mempengaruhi laju respirasinya. Hal tersebut berkaitan
dengan nilai Respiratory Quotient (
RQ ). RQ merupakan perbandingan antara jumlah karbondioksida yang dihasilkan
terhadap jumlah oksigen yang digunakan. Setiap buah walau dalam komoditas yang
sama akan menghasilkan nilai RQ yang berbeda. Kaitan nilai RQ dengan komposisi
buah adalah apabila nilai RQ suatu buah bernilai <1 maka buah tersebut
banyak mengandung asam lemak. Sedangkan buah dengan nilai RQ sama dengan 1,
maka buah tersebut banyak mengandung karbohidrat. Buah dengan nilai RQ > 1,
maka buah tersebut banyak mengandung asam- asam organic. Nilai RQ bergantung
pada bahan atau substrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses
respirasi tersebut pada kondisi lainnya ( Simbolon, 1989)
Apabila
membandingkan laju respirasi antara sampel alpukat dan apel ( suhu ruang maupun
suhu rendah ), didapatkan bahwa laju respirasi apel lebih tinggi dibandingkan
dengan alpukat. Semakin tinggi nilai RQ suatu buah, maka laju respirasinya akan
semakin tinggi ( Pantastico, 1989). Buah yang mengandung karbohidrat tinggi
akan menghasilkan CO2 lebih banyak dari hasil samping penguraian
karbohidrat menjadi glukosa.
Table
7. Komposisi pada Alpukat dan Apel
Komponen
|
Apel
|
Alpukat
|
Karbohidrat
|
14,90 %
|
9,30 %
|
Lemak
|
0,40 %
|
6,50 %
|
Protein
|
0,30 %
|
0,90 %
|
Sumber:
Daftar Komposisi Bahan Makanan
Penyimpanan
suhu yang terlalu rendah terhadap suatu buah- buahan, dapat menyebabkan chilling injury atau suatu cacat buah
yang dapat terjadi karena suhu penyimpanan yang terlalu rendah. Cacat tersebut
dapat terlihat dari adanya bintik- bintik cokelat pada permukaan kulit buah.
Sampel praktikum yang terlihat mengalami chilling
injury adalah apel.
Table
8. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Ketimun
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
Hijau (++)
|
Hijau (+)
|
Hijau
|
Hijau Kekuningan
|
Hijau Keputihan
|
Aroma
|
Khas timun (++)
|
Khas Timun (+)
|
Tidak berbau
|
Tidak Sedap
|
Tidak Sedap
|
Tekstur
|
Keras (+++)
|
Keras (++)
|
Keras (-)
|
Keras (--)
|
Keras (---)
|
mL HCl
|
28.9 ml
|
28.5 ml
|
28.6 ml
|
23.3 ml
|
21.96 ml
|
Berat
|
0,38506
|
0,37688
|
0,3696
|
0,400
|
0,3582
|
Laju respirasi
|
0.00571
|
0.001751
|
0.0014881
|
0.01595
|
0.0219
|
Suhu
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
Table
9. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Jeruk
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau
|
Hijau kuningan +
|
Hijau kuningan
|
Aroma
|
Khas
jeruk
|
Tidak berbau
|
Tidak
berbau
|
Tidak
berbau ++
|
Tidak
berbau ++
|
Tekstur
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
Keras -
|
mL HCl
|
30 ml
|
33.2 ml
|
23.1 ml
|
30 ml
|
28 ml
|
Berat
|
380,39
|
377,69
|
377
|
370
|
368,2
|
Laju respirasi
|
-0.0026
|
-0.0119
|
0.0175
|
-0.00267
|
0.00328
|
Suhu
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
160 C
|
(
Grafik 7: Laju Respirasi Sampel Alpukat dan Apel Suhu Rendah )
Buah
jenis non- klimaterik pada umumnya memiliki siklus penurunan respirasi secara
konstan. Namun pada sampel buah non- klimaterik suhu rendah laju respirasi
mengalami penurunan yang kemudian mengalami peningkatan kembali. Hal tersebut
mungkin disebabkan terganggunya reaksi enzimatis pada sampel sehingga difusi
oksigen terganggu.
C. Pengaruh Memar Terhadap Laju
Respirasi
Keberadaan
luka atau memar pada buah dapat mempercepat terjadinya pembusukan sehingga umur
simpan pun semakin dipercepat. Mikroorganisme pembusuk akan masuk melalui
bagian buah yang memar kemudian masuk menembus jaringan buah dan akan tumbuh
didalamnya serta menimbulkan kebusukan.
Prosedur
yang dilakukan pada pengaruh memar terhadap laju respirasi sama dengan prosedur
kerja pada penentuan pola respirasi. Hanya saja, sampel buah yang digunakan
diberi luka dengan cara menggores permukaan sampel. Untuk pembanding, salah
satu buah dari masing- masing buah tidak dilukai yang mana buah tersebut
berfungsi sebagai control.
Table
10. Hasil Praktikum Luka Sampel Apel
Parameter
|
H1
|
H2
|
H3
|
H4
|
H5
|
Warna
|
Hijau muda
|
Hijau muda ++
|
Hijau muda +
|
Hijau kecokelatan
|
Hijau kuning kecokelatan
|
Aroma
|
Khas Apel
|
Khas Apel
|
Khas Apel
|
Khas apel +
|
Khas Apel
|
Tekstur
|
Keras +++
|
Agak Keras ++
|
Lunak
|
Lunak ++
|
Lunak +++
|
mL HCl
|
27,2 ml
|
28,5 ml
|
28
|
278,8 ml
|
27,3 ml
|
Berat
|
536 gram
|
529 gram
|
522 gram
|
520 gram
|
512 gram
|
Laju respirasi
|
62,38
|
19,96
|
37,09
|
44
|
65,31
|
(
Grafik 8. Laju Respirasi Apel Pada Berbagai Perlakuan )
Table
11. Hasil Praktikum Luka Sampel Alpukat
Hari ke
|
Berat Alpukat
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
514 gram
|
19,3 ml
|
335,56
|
Hijau cerah
|
Khas Alpukat +
|
Keras +++++
|
2
|
495 gram
|
23,5 ml
|
199,11
|
Hijau bercak coklat
|
Khas Alpukat +
|
Keras ++++
|
3
|
489 gram
|
25,7 ml
|
122,37
|
Hijau bercak hitam
|
Khas Alpukat ++
|
Keras ++++
|
4
|
468 gram
|
28 ml
|
41,36
|
Hijau bercak coklat
|
Khas Alpukat ++
|
Keras +++
|
5
|
452 gram
|
28,5 ml
|
23,36
|
Hijau coklat
|
Khas Alpukat +++
|
Keras +++
|
(
Grafik 9. Laju Respirasi Alpukat Pada Berbagai Perlakuan )
Tabel
12. Hasil Praktikum Luka Sampel Jeruk
Hari ke
|
Berat Jeruk
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
508 gram
|
27 ml
|
72,75
|
Hijau kekuningan ++
|
Khas jeruk
|
Lunak
|
2
|
473,8 gram
|
30 ml
|
-33,43
|
Hijau kekuningan +
|
Busuk
|
Lunak +
|
3
|
472 gram
|
28 ml
|
41,02
|
Kuning
|
Busuk +
|
Lunak ++
|
4
|
471 gram
|
27,5 ml
|
59,78
|
Kuning +
|
Busuk ++
|
Lunak +++
|
5
|
477 gram
|
31,5 ml
|
-88,55
|
Kuning ++
|
Busuk +++
|
Lunak ++++
|
(Grafik 10. Laju Respirasi Jeruk Pada Berbagai
Perlakuan)
Table
13. Hasil Praktikum Luka Sampel Ketimun
Hari ke
|
Berat Timun
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
412 gram
|
26,9 ml
|
93,98
|
Hijau ++
|
Aroma timun ++
|
Keras +++
|
2
|
449,38 gram
|
29 ml
|
3,916
|
Hijau +++
|
Tidak beraroma
|
Keras +++
|
3
|
430 gram
|
28,5 ml
|
24,56
|
Hijau ++
|
Tidak beraroma
|
Keras ++
|
4
|
450 gram
|
28,02 ml
|
42,24
|
Hijau +
|
Tidak beraroma
|
Keras ++
|
5
|
471,5 gram
|
27,7 ml
|
52,26
|
Hijau +
|
Tidak beraroma
|
Keras +
|
(
Grafik 12. Laju Respirasi Ketimun Pada Berbagai Perlakuan )
Prinsip
kerja dari pengaruh luka atau memar terhadap laju respirasi adalah luka atau
memar yang terjadi pada buah- buahan akan meningkatkan sintesa etilen. Dengan
demikian secara tidak langsung akan meningkatkan laju respirasi karena etilen
dapat menstimulir reaksi enzimatis dalam buah- buahan. Pada table data diatas,
didapatkan bahwa laju respirasi pada sampel alpukat menurun secara konstan
akibat adanya luka. Padahal yang seharusnya terjadi adalah, laju respirasi
meningkat karenan sintesa etilen dipercepat. Menurut data yang sebelumnya, laju
respirasi dari buah klimaterik adalah menurun secara konstan kemudian secara
tiba- tiba akan mengalami peningkatan yang kemudian akan mengalami penurunan
kembali hingga tahap pelayuan.
Pada
sampel ketimun, laju respirasi mengalami penurunan yang kemudian diikuti dengan
peningkatan laju respirasi secara konstan. Sedangkan pada sampel jeruk, laju
respirasinya mengalami penurunan kemudian diikuti dengan peningkatan dan
penurunan kembali pada hari ke- 5. Kemungkinan penyebab tidak konstannya laju
respirasi pada sampel jeruk adalah pada hari ke-5 sampel telah kehabisan
nutrisi untuk berespirasi.
D. Pengaruh Pemberian Etilen Terhadap
Laju Respirasi
Selain
suhu dan luka, pemberian etilen terhadap buah juga akan mempengaruhi pola laju
respirasi yang terjadi. Etilen adalah senyawa organic paling sederhana yang
berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman. Etilen merupakan hasil produk
alami dari metabolism tanaman dan dihasilkan oleh semua jaringan tanaman
tingkat tinggi serta jasad renik tertentu. Apabila jumlah produksi etilen dalam
suatu sampel meningkat, maka penyerapan oksigen akan semakin tinggi sehingga
laju respirasinya pun akan semakin meningkat.
Prosedur
yang dilakukan pada pengaruh etilen terhadap laju respirasi sama dengan
prosedur kerja pada penentuan pola respirasi. Hanya saja, sampel buah sebelum
respirasi telah dimasukkan kedalam kantung plastic hitam yang berisi 1 sendok
makan etilen dan didiamkan selama 1 hari. Untuk pembanding, salah satu buah
dari masing- masing buah tidak dilukai yang mana buah tersebut berfungsi
sebagai control.
Tabel 14. Hasil Pengamatan
Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Jeruk
Hari ke
|
Berat Jeruk
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
544,34 gram
|
28,6 ml
|
16,16
|
Hijau +++
|
Khas jeruk +++
|
Keras +++
|
2
|
543,12 gram
|
26,5 ml
|
84,25
|
Hijau ++
|
Khas jeruk ++
|
Keras ++
|
3
|
542,44 gram
|
28 ml
|
35,69
|
Hijau +
|
Tidak beraroma
|
Lunak
|
4
|
542,78 gram
|
27,2 ml
|
61,61
|
Hijau
|
Busuk +
|
Lunak ++
|
Table
15. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Ketimun
Hari ke
|
Berat Apel
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
498,55 gram
|
-
|
-
|
Hijau
|
-
|
Keras +++++
|
2
|
497,88gram
|
28,5 ml
|
21,21
|
Hijau agakkuning +
|
-
|
Keras ++++
|
3
|
495,31 gram
|
26,9 ml
|
78,17
|
Hijau bintik coklat ++
|
Agakbusuk +
|
Keras ++++
|
4
|
494,68 gram
|
24,6 ml
|
160,10
|
Hijau bintikcoklat ++
|
Agakbusuk ++
|
Keras ++++
|
5
|
490,81 gram
|
26,6 ml
|
89,65
|
Hijau bintik coklat +++
|
Busuk +++
|
Keras ++
|
Tabel 16. Hasil Pengamatan
Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Alpukat
Hari ke
|
Berat Alpukat
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
448 gram
|
22,2 ml
|
271,07
|
Coklat keunguan
|
Tidak beraroma
|
Keras ++
|
2
|
447,52 gram
|
25,4 ml
|
145,51
|
Coklat++ keunguan
|
Tidak beraroma
|
Keras
|
3
|
446,14 gram
|
27,26 ml
|
72,58
|
Ungu kehitaman
|
Tidak beraroma
|
Lunak ++
|
4
|
444,36
gram
|
28,9 ml
|
7,921
|
Hitam
|
Busuk
|
Lunak +++
|
Table
17. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Apel
Hari ke
|
Berat Apel
|
Volume HCl
|
Laju Respirasi
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
1
|
535gram
|
-
|
-
|
Hijau kekuningan +++
|
Khas apel +++
|
Keras +++
|
2
|
535 gram
|
28 ml
|
36,19
|
Hijau kekuningan +++
|
Khas apel +++
|
Keras +++
|
3
|
534,96 gram
|
25 ml
|
134,89
|
Hijau kekuningan +++
|
Khas apel +++
|
Keras ++
|
4
|
534, 37 gram
|
27 ml
|
69,16
|
Hijau kekuningan ++
|
Khas apel +++
|
Keras ++
|
5
|
530 gram
|
26,5 ml
|
86,34
|
Hijau kekuningan+
|
Khas apel ++++
|
Keras ++
|
Pada
table 14, didapatkan bahwa laju respirasi jeruk yang diberi etilen mengalami
peningkatan kemudian penurunan pada hari ketiga diikuti dengan peningkatan
kembali pada hari ke- 4. Sedangkan pada table 15, sampel ketimun mengalami
peningkatan hingga hari ke-4 ( mengalami penurunan kembali ). Pada peningkatan
laju respirasi, etilen mulai mempengaruhi kemampuan sampel untuk menyerap
oksigen. Sedangkan pada hari ke-4 dimana kedua sampel mengalami penurunan laju
respirasi, kedua sampel telah kehabisan nutrisi untuk berespirasi dan
keberadaan tambahan etilen tidak akan mempengaruhi produksi etilen secara alami
oleh buah non- klimaterik.
Pada
table 16, didapatkan bahwa sampel alpukat mengalami penurunan laju respirasi
secara kostan. Sedangkan pada table 17 ( sampel apel ), laju respirasinya
mengalami penigkatan dan secara tiba- tiba mengalami penurunan kembali yang
kemudian diikuti dengan peningkatan kembali laju respirasi. Pada dasarnya,
keberadaan tambahan etilen mampu mempengaruhi produksi etilen alami pada buah
klimaterik. Pada sampel alpukat, terjadinya penurunan laju respirasi dianggap
sebagai suatu kesalahan yang mungkin disebabkan oleh beberapa factor seperti
umur buah, jumlah oksigen dan suhu. Etilen pada buah- buahan klimaterik dapat
mempercepat terjadinya klimaterik dan bersifat tidak merubah pola respirasinya.
Selama proses pematangan terjadi beberapa
perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan flavor, yang menunjukkan
terjadinya perubahan komposisi. Semakin hari tekstur buah akan semakin lunak,
warnanya semakin bertambah kuning (
bahkan menghitam ) dan aromanya semakin lama tercium tajam hingga mencapai kebusukan.
Selama proses pematangan, warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan
terjadi degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi
dan aktivitas enzim klorofilase. Selain terjadi perubahan warna juga terjadi
perubahan aroma, dimana pada saat pematangan, zat aroma bersifat volatil mulai
terbentuk ( sebagian besar adalah
etilen ).
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa apel dan alpukat tergolong kedalam
jenis buah pola respirasi klimaterik. Sedangkan jeruk dan ketimun tergolong
kedalam jenis buah pola respirasi non- klimaterik. Peningkatan paju produksi
etilen pada buah klimaterik akan berpengaruh pada peningkatan laju respirasi
dan fase pematangan, sedangkan pada buah non- klimaterik tidak akan memberikan
pengaruh.
Laju
respirasi pada praktikum nilainya bergantung pada jenis jaringan, umur panen, kandungan
nutrisi, suhu, RQ, ukuran buah serat reaksi enzimatis. Apel yang disimpan pada
suhu terlalu rendah akan menimbulkan suatu gejala chilling injury yang ditandai
dengan timbulnya bercak atau bintik- bintik cokelat pada permukaan buah.
Luka
atau memar pada buah akan mempercepat terjadinya sintesa etilen sehingga
kemampuan buah untuk menangkap oksigen meningkat. Hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan laju respirasi. Etilen yang ditambahkan pada
buah- buahan akan mempengaruhi laju respirasi, namun tidak semua buah dapat
terpengaruh produksi etilen secara alaminya oleh etilen tambahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonyma.
2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi. Available at: http://apwardhanu.wordpress.com/.
(Diakses tanggal 29 September 2011).
Anonymb.
2011. Respirasi Aerob Pada Buah. Available at: http://lordbroken.wordpress.com/2011/01/25/respirasi-aerob-pada-buah/ ( Diakses tanggal 29 September 2011).
Gaman
P.M. and K. B. Sherrington., 1994. The Science of Food: An Introduction to Food Science. Nutrition
and Microbiology Second Edition. Penerjemah.
Murdjati, Sri Naruki.
Harris.
Robert S and Endel Karmas., 1989. Nutritional Evaluation of Food Processing.
Penerjermah Suminar Achmadi dalam Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penerblit ITB. Bogor.
Pantastico.
ER. B.. 1989. Postharvest Physiology., Handling and Utilization of typical and
SubTropical Fruit and Vegetables. Penerjemah Kamariyani dalam Fisiologi Pasca
Panen,Penanganan dan Pernanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan
SubTropika, Gadjah Mada University. Press-Yogyakarta
Tranggono, Setiaji B.,
Suhardi, Sudarmanto, Y. Marsono, Agnes Murdianti, Indah S.U., dan Suparmo.
Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi, UGM.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Simbolon, Hubu dkk.
1989. Biologi Jilid 3. Penerbit Erlangga, Jakarta.
No comments:
Post a Comment