Pages


5.12.2012

pola respirasi


V.        HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Respirasi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan oleh mikroorganisme hidup baik tumbuhan, manusia maupun hewan. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah ( 1981), respirasi merupakan proses pernafasan dan metabolisme dengan menggunakan O2 dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan CO2, air dan sejumlah energy.
C6H12O6 + 6O2                        6CO2 + 6H2O  + energy
Tumbuhan melakukan respirasi untuk menghasilkan energy guna melakukan proses fotosintesis. Tumbuhan yang telah mengalami pasca panen akan tetap mengalami proses respirasi dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan saat masih tertanam dipohonnya. Respirasi yang dilakukan oleh buah akan menghasilkan panas yang mana sangat penting dalam menghitung kebutuhan refrigerasi dan ventilasi selama penyimpanan. Laju perusakan komoditas biasanya berbanding langsung dengan laju respirasinya.
Buah menurut pola respirasinya, terbagi menjadi 2 kelompok yaitu buah pola pernafasaan  klimaterik dan non- klimaterik. Buah pola pernafasan klimaterik akan mengalami peningkatan laju produksi etilen dan CO2. Sedangkan buah non- klimaterik tidak akan mengalami peningkatan laju produksi etilen dan CO2. Etilen merupakan suatu hormone berbentuk gas yang dihasilkan secara alami oleh buah- buahan yang mana gas tersebut dapa menyebabkan perubahan- perubahan karaktersistik tertentu.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan pengujian mengenai laju respirasi terhadap berbagai jenis buah serta beberapa factor yang mempengaruhinya. Laju respirasi dipengaruhi oleh dua factor yaitu factor internal dan eksternal. . Sampel buah yang akan diamati adalah jeruk, ketimun, alpukat dan apel.

A.    Penentuan Pola Respirasi
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun 5 buah tabung secara berdampingan dimana tabung 1 diisi oleh air kapur yang sudah jenuh, tabung 2 diisi oleh 50 ml NaOH 0,1 N, tabung 3 diisi oleh sampel buah, tabung 4 dan 5 masing- masing diisi oleh 50 ml NaOH 0,1 N. Penambahan NaOH bertujuan untuk menangkap udara CO2 dari lingkungan.
Tutup tabung masing- masing dilengkapi dengan selang yang terhubung antara tabung yang satu dengan tabung yang lainnya. Kemudian, tutup tabung hingga vakum dan tidak ada celah udara dengan menggunakan plastisin. Hubungkan salah satu selang tabung 1 dengan aerator kemudian dinyalakan selama 1 jam hingga semua cairan tabung membentuk gelembung- gelembung. Setelah 1 jam, campurkan NaOH dari tabung 3 ke tabung 4, lalu diambil sebanyak 25 ml ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 3 tetes indicator PP lalu dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N hingga warnanya berubah hingga tidak berwarna. 
( Gambar 1: Susunan Alat Penentu Laju Respirasi )

Hasil praktikum diatas, dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Table 1. Hasil Praktikum Sampel Alpukat
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
hijau tua
+++++
hijau tua++++
hijau kecoklatan
hijau pekat kecoklatan
hijau kehitaman
Aroma
tidak beraroma
tidak beraroma
tidak beraroma
tidak beraroma
tidak beraroma
Tekstur
keras +++++
keras ++++
keras +++
keriput
keriput, empuk
mL HCl
23,9
22,3
23,7
22,3
29,8
Berat
514 g
505 g
495 g
489 g
481 g
Laju respirasi
0,0205
0,0766
0,0284
0,079
-0,194

( Grafik 1: Laju Respirasi Alpukat )
            Table 2. Hasil Praktikum Sampel Apel
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
hijau muda ++
hijau muda +++
hijau muda +++
hijau muda +++
hijau muda ++++
Aroma
segar +++++
wangi ++++
wangi ++++
wangi ++++
wangi ++
Tekstur
keras +++++
keras ++++
keras melunak
mulai melunak
lunak, empuk
mL HCl
23,5
23,7
24,9
24,9
30,6
Berat
520 g
460,65 g
515 g
513,65 g
510 g
Laju respirasi
0,0338
0,0306
-0,0136
-0,0137
-0,2105

( Grafik 2: Laju Respirasi Apel )
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan oksigen dari lingkungan. Proses transport gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel.
Demikian juga halnya dengan karbondioksida yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil oksigen dari udara, oksigen kemudian digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transpor elektron.
Menurut literature, apel dan alpukat tergolong kedalam kelompok buah pola respirasi klimaterik ( Carmencita, 2008). Buah klimaterik akan mengalami penurunan jumlah karbondioksida yang diproduksi hingga mendekati pelayuan. Lalu dengan tiba- tiba akan mengalami peningkatan produksi gas karbondioksida dan selanjutnya akan mengalami penurunan kembali.
Apabila melihat dari kedua table dan grafik diatas, didapatkan bahwa laju respirasi pada sampel apel mengalami penurunan secara konstan. Sedangkan pada sampel alpukat, laju respirasi menurun pada hari ke-3 yang kemudian mengalami peningkatan kembali. Pada hari ke- 5, sampel kembali mengalami penurunan laju respirasi. Perbedaan diatas, kemungkinan disebabkan oleh factor internal dari buah itu sendiri. Apel tergolong kedalam kelompok buah klimaterik Gradual Decrease Type yaitu jenis buah yang laju respirasinya menurun secara perlahan selama proses pematangan. Sedangkan buah alpukat, tergolong kedalam buah klimaterik Temporary Rise Type atau jenis buah yang meningkat secara temporer dan pematangan penuh akan terjadi setelah puncak respirasi tercapai.
Peningkatan laju respirasi berkaitan dengan peningkatan produksi gas etilen. Pada sampel alpukat, didapatkan bahwa produksi gas etilen meningkat pada hari ke- 4. Hal tersebut dapat dilihat dari warnanya yang berubah menjadi hijau kecokelatan. Teksturnya yang berubah menjadi melunak menandakan bahwa semakin hari, pematangan buahnya dipercepat oleh adanya gas etilen. Sedangkan pada sampel apel, didapatkan bahwa semakin lama, sampel mengalami peningkatan kepekatan warna menjadi hijau muda pekat. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya gas etilen yang mempercepat hilangnya warna hijau yang kemudian mempercepat pematangan pada buah.
( Gambar 2: Laju Respirasi Klimaterik Pada Berbagai Jenis Buah )
            Table 3. Hasil Praktikum Sampel Ketimun
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
hijau ++
hijau +
hijau kekuningan
hijau kekuningan
hijau kekuningan
Aroma
khas timun
tidak beraroma
bau +
bau ++
bau +++
Tekstur
keras ++
keras
lembek +
lembek +
lembek ++
mL HCl
21,3
21,5
22,9
29,6
29,6
Berat
600
600
550
520
500
Laju respirasi
0,0938
0,088
0,0512
-0,1726
-0,17952

( Grafik 3: Laju Respirasi Ketimun )
            Table 4. Hasil Praktikum Sampel Jeruk
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
kuning kehijauan
kuning kehijauan ++
kuning kehijauan ++
kuning kehijauan +
kuning pucat
Aroma
tidak berbau
aroma khas jeruk
aroma khas jeruk ++
tidak beraroma
khas jeruk ++
Tekstur
keras ++
keras
lunak +
lunak ++
lunak ++
mL HCl
23,1
22,8
25,2
25

Berat
500
500
480
450

Laju respirasi
0,04928
0,05984
-0,0256
-0,0183


( Grafik 4: Laju Respirasi Jeruk )
Ketimun dan jeruk merupakan buah- buahan dengan pola respirasi non- klimaterik dimana selama prosesnya tidak mengalami peningkatan laju produksi etilen dan CO2.. Perbedaan antara buah klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja ( Carmencita, 2008).
Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa ketimun mengalami penurunan laju respirasi secara konstan. Sedangkan sampel jeruk, mengalami penurunan yang kemudian diikuti dengan peningkatan laju respirasi. Hasil praktikum sampel jeruk dianggap sebagai suatu kesalahan karena tidak sesuai dengan literature. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan adanya pengaruh lingkungan seperti suhu, tekanan fisik, serangan patogenik, cahaya dan stres air. Semakin lama sampel buah berespirasi, intensitas warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim klorofilase.
B.     Pengaruh Suhu Rendah Terhadap Laju Respirasi
Sebagai pembandinganya, akan dilakukan pengujian mengenai pengaruh suhu rendah terhadap laju respirasi dari berbagai jenis buah. Suhu merupakan salah satu factor yang mempengaruhi laju respirasi dari buah- buahan. Sampel buah yang digunakan masih berjenis apel, alpukat, jeruk dan ketimun. Ditimbang sampel buah sebanyak 0,5 kilogram kemudian disimpan kedalam toples besar yang berisi es. Susun toples- toples seperti praktikum penentuan pola respirasi. Lakukan prosedur yang sama seperti praktikum penentuan pola respirasi hingga tahap titrasi.
Table 5. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Apel
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
Hijau Muda
Hijau Muda
Hijau Muda
Hijau Muda Bintik Coklat
Hijau Muda
Aroma
-
-
-
-
-
Tekstur
Keras (++)
Keras ( +)
Keras
Keras (-)
Keras (--)
mL HCl
25,11
24,17
20,7
29,9
23,36
Berat
0,295
0,294
0,294
0,293
0,300
Laju respirasi
238,047
295,129
502,857
-48,055
336,747
Suhu
160 C
110 C
170 C
110 C
190 C

( Grafik 5: Laju Respirasi Apel Suhu Rendah )


Table 6. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Alpukat
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
Hijau (++++)
Hijau (++++)
Hijau Tua
Hijau Tua
Hijau Tua
Aroma
-
-
-
-
-
Tekstur
Keras (+++)
Keras (+++)
Keras (+++)
Keras
Keras
mL HCl
28,5
27
28,8
28
21,92
Berat
0,518
0,51209
0,509
0,507
0,505
Laju respirasi
20,386
72,1748
10,37
38,185
250,23
Suhu
160 C
160 C
160 C
160 C
160 C

( Grafik 6: Laju Respirasi Alpukat Suhu Rendah )
Penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan umur simpan dari suatu bahan pangan. Prinsip penyimpanan suhu rendah pada buah- buahan dan sayuran adalah menekan peningkatan laju respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses tersebut akan berjalan lambat ( Satuhu,1996). Apabila membandingkan antara laju respirasi sampel ( baik apel maupun alpukat ) suhu rendah dengan suhu ruang, didapatkan bahwa laju respirasi sampel suhu rendah lebih tinggi dibandingkan sampel suhu ruang. Hal tersebut mungkin disebabkan adanya pengaruh factor luas permukaan, umur panen, adanya luka dan kandungan gula yang tinggi pada sampel.
Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju respirasi tersebut adalah:
1.      Sampel yang digunakan pada pengujian pengaruh suhu rendah memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel yang digunakan pada pengaruh suhu ruang. Hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa alpukat memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan apel. Semakin kecil ukuran suatu buah, maka laju respirasinya akan semakin tinggi. Hal tersebut disebabkan luas permukaan yang bersentuhan dengan udara lebih banyak, sehingga O2 yang berdifusi kedalam jaringan pun semakin banyak.
2.      Sampel yang digunakan pada pengujian pengaruh suhu rendah dipanen lebih awal dibandingkan dengan sampel yang digunakan pada praktikum sebelumnya. Hal tersebut berkaitan pada kemampuan metabolisme pada jaringan muda yang lebih aktif dibandingkan dengan jaringan tua. Selain tiu, pada buah yang dipanen lebih muda akan memiliki kulit yang lebih tipis sehingga laju respirasinya pun akan semakin meninggi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan mengapa laju respirasi pada sampel apel lebih tinggi dibandingkan pada alpukat.

Komposisi alami pada buah pun ikut mempengaruhi laju respirasinya. Hal tersebut berkaitan dengan nilai Respiratory Quotient ( RQ ). RQ merupakan perbandingan antara jumlah karbondioksida yang dihasilkan terhadap jumlah oksigen yang digunakan. Setiap buah walau dalam komoditas yang sama akan menghasilkan nilai RQ yang berbeda. Kaitan nilai RQ dengan komposisi buah adalah apabila nilai RQ suatu buah bernilai <1 maka buah tersebut banyak mengandung asam lemak. Sedangkan buah dengan nilai RQ sama dengan 1, maka buah tersebut banyak mengandung karbohidrat. Buah dengan nilai RQ > 1, maka buah tersebut banyak mengandung asam- asam organic. Nilai RQ bergantung pada bahan atau substrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut pada kondisi lainnya ( Simbolon, 1989)
Apabila membandingkan laju respirasi antara sampel alpukat dan apel ( suhu ruang maupun suhu rendah ), didapatkan bahwa laju respirasi apel lebih tinggi dibandingkan dengan alpukat. Semakin tinggi nilai RQ suatu buah, maka laju respirasinya akan semakin tinggi ( Pantastico, 1989). Buah yang mengandung karbohidrat tinggi akan menghasilkan CO2 lebih banyak dari hasil samping penguraian karbohidrat menjadi glukosa.
Table 7. Komposisi pada Alpukat dan Apel
Komponen
Apel
Alpukat
Karbohidrat
14,90 %
9,30 %
Lemak
0,40 %
6,50 %
Protein
0,30 %
0,90 %
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan
Penyimpanan suhu yang terlalu rendah terhadap suatu buah- buahan, dapat menyebabkan chilling injury atau suatu cacat buah yang dapat terjadi karena suhu penyimpanan yang terlalu rendah. Cacat tersebut dapat terlihat dari adanya bintik- bintik cokelat pada permukaan kulit buah. Sampel praktikum yang terlihat mengalami chilling injury adalah apel.
Table 8. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Ketimun
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
Hijau (++)
Hijau (+)
Hijau
Hijau Kekuningan
Hijau Keputihan
Aroma
Khas timun (++)
Khas Timun (+)
Tidak berbau
Tidak Sedap
Tidak Sedap
Tekstur
Keras (+++)
Keras (++)
Keras (-)
Keras (--)
Keras (---)
mL HCl
28.9 ml
28.5 ml
28.6 ml
23.3 ml
21.96 ml
Berat
0,38506
0,37688
0,3696
0,400
0,3582
Laju respirasi
0.00571
0.001751
0.0014881
0.01595
0.0219
Suhu
160 C
160 C
160 C
160 C
160 C


Table 9. Hasil Praktikum Suhu Rendah Sampel Jeruk
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
Hijau
Hijau
Hijau
Hijau kuningan +
Hijau kuningan
Aroma
Khas jeruk
Tidak berbau
Tidak berbau
Tidak berbau ++
Tidak berbau ++
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Keras
Keras -
mL HCl
30 ml
33.2 ml
23.1 ml
30 ml
28 ml
Berat
380,39
377,69
377
370
368,2
Laju respirasi
-0.0026
-0.0119
0.0175
-0.00267
0.00328
Suhu
160 C
160 C
160 C
160 C
160 C

( Grafik 7: Laju Respirasi Sampel Alpukat dan Apel Suhu Rendah )
Buah jenis non- klimaterik pada umumnya memiliki siklus penurunan respirasi secara konstan. Namun pada sampel buah non- klimaterik suhu rendah laju respirasi mengalami penurunan yang kemudian mengalami peningkatan kembali. Hal tersebut mungkin disebabkan terganggunya reaksi enzimatis pada sampel sehingga difusi oksigen terganggu.
C.    Pengaruh Memar Terhadap Laju Respirasi
Keberadaan luka atau memar pada buah dapat mempercepat terjadinya pembusukan sehingga umur simpan pun semakin dipercepat. Mikroorganisme pembusuk akan masuk melalui bagian buah yang memar kemudian masuk menembus jaringan buah dan akan tumbuh didalamnya serta menimbulkan kebusukan.
Prosedur yang dilakukan pada pengaruh memar terhadap laju respirasi sama dengan prosedur kerja pada penentuan pola respirasi. Hanya saja, sampel buah yang digunakan diberi luka dengan cara menggores permukaan sampel. Untuk pembanding, salah satu buah dari masing- masing buah tidak dilukai yang mana buah tersebut berfungsi sebagai control.
Table 10. Hasil Praktikum Luka Sampel Apel
Parameter
H1
H2
H3
H4
H5
Warna
Hijau muda
Hijau muda ++
Hijau muda +
Hijau kecokelatan
Hijau kuning kecokelatan
Aroma
Khas Apel
Khas Apel
Khas Apel
Khas apel +
Khas Apel
Tekstur
Keras +++
Agak Keras ++
Lunak
Lunak ++
Lunak +++
mL HCl
27,2 ml
28,5 ml
28
278,8 ml
27,3 ml
Berat
536 gram
529 gram
522 gram
520 gram
512 gram
Laju respirasi
62,38
19,96
37,09
44
65,31

( Grafik 8. Laju Respirasi Apel Pada Berbagai Perlakuan )



Table 11. Hasil Praktikum Luka Sampel Alpukat
Hari ke
Berat Alpukat
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
514 gram
19,3 ml
335,56
Hijau cerah
Khas Alpukat +
Keras +++++
2
495 gram
23,5 ml
199,11
Hijau bercak coklat
Khas Alpukat +
Keras ++++
3
489 gram
25,7 ml
122,37
Hijau bercak hitam
Khas Alpukat ++
Keras ++++
4
468 gram
28 ml
41,36
Hijau bercak coklat
Khas Alpukat ++
Keras +++
5
452 gram
28,5 ml
23,36
Hijau coklat
Khas Alpukat +++
Keras +++

( Grafik 9. Laju Respirasi Alpukat Pada Berbagai Perlakuan )
Tabel 12. Hasil Praktikum Luka Sampel Jeruk
Hari ke
Berat Jeruk
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
508 gram
27 ml
72,75
Hijau kekuningan ++
Khas jeruk
Lunak
2
473,8 gram
30 ml
-33,43
Hijau kekuningan +
Busuk
Lunak +
3
472 gram
28 ml
41,02
Kuning
Busuk +
Lunak ++
4
471 gram
27,5 ml
59,78
Kuning +
Busuk ++
Lunak +++
5
477 gram
31,5 ml
-88,55
Kuning ++
Busuk +++
Lunak ++++

 (Grafik 10. Laju Respirasi Jeruk Pada Berbagai Perlakuan)
Table 13. Hasil Praktikum Luka Sampel Ketimun
Hari ke
Berat Timun
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
412 gram
26,9 ml
93,98
Hijau ++
Aroma timun ++
Keras +++
2
449,38 gram
29 ml
3,916
Hijau +++
Tidak beraroma
Keras +++
3
430 gram
28,5 ml
24,56
Hijau ++
Tidak beraroma
Keras ++
4
450 gram
28,02 ml
42,24
Hijau +
Tidak beraroma
Keras ++
5
471,5 gram
27,7 ml
52,26
Hijau +
Tidak beraroma
Keras +

( Grafik 12. Laju Respirasi Ketimun Pada Berbagai Perlakuan )
Prinsip kerja dari pengaruh luka atau memar terhadap laju respirasi adalah luka atau memar yang terjadi pada buah- buahan akan meningkatkan sintesa etilen. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan laju respirasi karena etilen dapat menstimulir reaksi enzimatis dalam buah- buahan. Pada table data diatas, didapatkan bahwa laju respirasi pada sampel alpukat menurun secara konstan akibat adanya luka. Padahal yang seharusnya terjadi adalah, laju respirasi meningkat karenan sintesa etilen dipercepat. Menurut data yang sebelumnya, laju respirasi dari buah klimaterik adalah menurun secara konstan kemudian secara tiba- tiba akan mengalami peningkatan yang kemudian akan mengalami penurunan kembali hingga tahap pelayuan.
Pada sampel ketimun, laju respirasi mengalami penurunan yang kemudian diikuti dengan peningkatan laju respirasi secara konstan. Sedangkan pada sampel jeruk, laju respirasinya mengalami penurunan kemudian diikuti dengan peningkatan dan penurunan kembali pada hari ke- 5. Kemungkinan penyebab tidak konstannya laju respirasi pada sampel jeruk adalah pada hari ke-5 sampel telah kehabisan nutrisi untuk berespirasi.
D.    Pengaruh Pemberian Etilen Terhadap Laju Respirasi
Selain suhu dan luka, pemberian etilen terhadap buah juga akan mempengaruhi pola laju respirasi yang terjadi. Etilen adalah senyawa organic paling sederhana yang berpengaruh terhadap proses fisiologi tanaman. Etilen merupakan hasil produk alami dari metabolism tanaman dan dihasilkan oleh semua jaringan tanaman tingkat tinggi serta jasad renik tertentu. Apabila jumlah produksi etilen dalam suatu sampel meningkat, maka penyerapan oksigen akan semakin tinggi sehingga laju respirasinya pun akan semakin meningkat.
Prosedur yang dilakukan pada pengaruh etilen terhadap laju respirasi sama dengan prosedur kerja pada penentuan pola respirasi. Hanya saja, sampel buah sebelum respirasi telah dimasukkan kedalam kantung plastic hitam yang berisi 1 sendok makan etilen dan didiamkan selama 1 hari. Untuk pembanding, salah satu buah dari masing- masing buah tidak dilukai yang mana buah tersebut berfungsi sebagai control.
Tabel 14. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Jeruk

Hari ke
Berat Jeruk
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
544,34 gram
28,6 ml
16,16
Hijau +++
Khas jeruk +++
Keras +++
2
543,12 gram
26,5 ml
84,25
Hijau ++
Khas jeruk ++
Keras ++
3
542,44 gram
28 ml
35,69
Hijau +
Tidak beraroma
Lunak
4
542,78 gram
27,2 ml
61,61
Hijau
Busuk +
Lunak ++

Table 15. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Ketimun
Hari ke
Berat Apel
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
498,55 gram
-
-
Hijau
-
Keras +++++
2
497,88gram
28,5 ml
21,21
Hijau agakkuning +
-
Keras ++++
3
495,31 gram
26,9 ml
78,17
Hijau bintik coklat ++
Agakbusuk +
Keras ++++
4
494,68 gram
24,6 ml
160,10
Hijau bintikcoklat ++
Agakbusuk ++
Keras ++++
5
490,81 gram
26,6 ml
89,65
Hijau bintik coklat +++
Busuk +++
Keras ++


Tabel 16. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen terhadap Laju Respirasi Alpukat
Hari ke
Berat Alpukat
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
448 gram
22,2 ml
271,07
Coklat keunguan
Tidak beraroma
Keras ++
2
447,52 gram
25,4 ml
145,51
Coklat++ keunguan
Tidak beraroma
Keras
3
446,14 gram
27,26 ml
72,58
Ungu kehitaman
Tidak beraroma
Lunak ++
4
444,36
gram
28,9 ml
7,921
Hitam
Busuk
Lunak +++

Table 17. Hasil Pengamatan Pengaruh Etilen Terhadap Laju Respirasi Apel
Hari ke
Berat Apel
Volume HCl
Laju Respirasi
Warna
Aroma
Tekstur
1
535gram
-
-
Hijau kekuningan +++
Khas apel +++
Keras +++
2
535 gram
28 ml
36,19
Hijau kekuningan +++
Khas apel +++
Keras +++
3
534,96 gram
25 ml
134,89
Hijau kekuningan +++
Khas apel +++
Keras ++
4
534, 37 gram
27 ml
69,16
Hijau kekuningan ++
Khas apel +++
Keras ++
5
530 gram
26,5 ml
86,34
Hijau kekuningan+
Khas apel ++++
Keras ++

Pada table 14, didapatkan bahwa laju respirasi jeruk yang diberi etilen mengalami peningkatan kemudian penurunan pada hari ketiga diikuti dengan peningkatan kembali pada hari ke- 4. Sedangkan pada table 15, sampel ketimun mengalami peningkatan hingga hari ke-4 ( mengalami penurunan kembali ). Pada peningkatan laju respirasi, etilen mulai mempengaruhi kemampuan sampel untuk menyerap oksigen. Sedangkan pada hari ke-4 dimana kedua sampel mengalami penurunan laju respirasi, kedua sampel telah kehabisan nutrisi untuk berespirasi dan keberadaan tambahan etilen tidak akan mempengaruhi produksi etilen secara alami oleh buah non- klimaterik.
Pada table 16, didapatkan bahwa sampel alpukat mengalami penurunan laju respirasi secara kostan. Sedangkan pada table 17 ( sampel apel ), laju respirasinya mengalami penigkatan dan secara tiba- tiba mengalami penurunan kembali yang kemudian diikuti dengan peningkatan kembali laju respirasi. Pada dasarnya, keberadaan tambahan etilen mampu mempengaruhi produksi etilen alami pada buah klimaterik. Pada sampel alpukat, terjadinya penurunan laju respirasi dianggap sebagai suatu kesalahan yang mungkin disebabkan oleh beberapa factor seperti umur buah, jumlah oksigen dan suhu. Etilen pada buah- buahan klimaterik dapat mempercepat terjadinya klimaterik dan bersifat tidak merubah pola respirasinya.
Selama proses pematangan terjadi beberapa perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan flavor, yang menunjukkan terjadinya perubahan komposisi. Semakin hari tekstur buah akan semakin lunak, warnanya semakin bertambah kuning ( bahkan menghitam ) dan aromanya semakin lama tercium tajam hingga mencapai kebusukan. Selama proses pematangan, warna hijau pada buah berkurang, hal ini disebabkan terjadi degradasi klorofil yang dapat disebabkan oleh penurunan pH, oksidasi dan aktivitas enzim klorofilase. Selain terjadi perubahan warna juga terjadi perubahan aroma, dimana pada saat pematangan, zat aroma bersifat volatil mulai terbentuk ( sebagian besar adalah etilen ).



VI.       KESIMPULAN
            Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa apel dan alpukat tergolong kedalam jenis buah pola respirasi klimaterik. Sedangkan jeruk dan ketimun tergolong kedalam jenis buah pola respirasi non- klimaterik. Peningkatan paju produksi etilen pada buah klimaterik akan berpengaruh pada peningkatan laju respirasi dan fase pematangan, sedangkan pada buah non- klimaterik tidak akan memberikan pengaruh.
Laju respirasi pada praktikum nilainya bergantung pada jenis jaringan, umur panen, kandungan nutrisi, suhu, RQ, ukuran buah serat reaksi enzimatis. Apel yang disimpan pada suhu terlalu rendah akan menimbulkan suatu gejala chilling injury yang ditandai dengan timbulnya bercak atau bintik- bintik cokelat pada permukaan buah.
Luka atau memar pada buah akan mempercepat terjadinya sintesa etilen sehingga kemampuan buah untuk menangkap oksigen meningkat. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya peningkatan laju respirasi. Etilen yang ditambahkan pada buah- buahan akan mempengaruhi laju respirasi, namun tidak semua buah dapat terpengaruh produksi etilen secara alaminya oleh etilen tambahan.



DAFTAR PUSTAKA
Anonyma. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Respirasi. Available at: http://apwardhanu.wordpress.com/. (Diakses tanggal 29 September 2011).

Anonymb. 2011. Respirasi Aerob Pada Buah. Available at: http://lordbroken.wordpress.com/2011/01/25/respirasi-aerob-pada-buah/    ( Diakses tanggal 29 September 2011).


Gaman P.M. and K. B. Sherrington., 1994. The Science of Food:  An Introduction to Food Science. Nutrition and Microbiology Second Edition. Penerjemah.  Murdjati, Sri Naruki.

Harris. Robert S and Endel Karmas., 1989. Nutritional Evaluation of Food Processing. Penerjermah Suminar Achmadi dalam Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerblit ITB. Bogor.


Pantastico. ER. B.. 1989. Postharvest Physiology., Handling and Utilization of typical and SubTropical Fruit and Vegetables. Penerjemah Kamariyani dalam Fisiologi Pasca Panen,Penanganan dan Pernanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan SubTropika, Gadjah Mada University. Press-Yogyakarta


Tranggono, Setiaji B., Suhardi, Sudarmanto, Y. Marsono, Agnes Murdianti, Indah S.U., dan Suparmo. Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan gizi, UGM.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.


Simbolon, Hubu dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Penerbit Erlangga, Jakarta.

No comments: