V. HASIL PENGAMATAN DAN
PEMBAHASAN
Enzim merupakan salah satu komponen
alami yang terdapat pada sayur maupun buah yang mana didalamnya tersusun atas
beberapa gugus polipeptida ( protein ). Gugus polipeptida atau protein
berfungsi sebagai katalisator atau senyawa yang mempercepat reaksi kimia tanpa
ikut bereaksi. Enzim bekerja pada suatu reaksi dengan cara menempel pada
permukaan molekul zat- zat yang akan bereaksi dan dengan demikian keberadaannya
akan mempercepat reaksi yang terjadi. Percepatan akan terjadi karena enzim
menurunkan energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah
terjadinya reaksi. Pada sebagian enzim akan bekerja secara khas berganting pada
reaksi dimana enzim tersebut berada. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan struktur kimia tiap enzim- enzim yang bersifat tetap.
Kerja dari suatu enzim dipengaruhi oleh
beberapa factor diantaranya adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan
inhibitor. Suhu dan pH yang terlalu ekstrim ( diluar kondisi optimum), enzim
akan mengalami perubahan bentuk karena denaturasi. Hal tersebut akan
menyebabkan enzim kehilangan fungsinya.
Reaksi pencokelatan dapat dialami oleh buah-buahan dan
sayur-sayuran yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencokelatan karena menyebabkan warna makanan berubah
menjadi cokelat. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
reaksi pencokelatan, salah satunya adalah keberadaan enzim.
Reaksi pencokelatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu
reaksi pencokelatan enzimatis dan reaksi pencokelatan non-enzimatis.
Reaksi pencokelatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi
pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan
pigmen warna cokelat (melanin). Proses pencokelatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase
dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang
dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase,
enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno,
1995). Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan
karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan
atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin
dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosianin.
Reaksi pencokelatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua
macam dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan.
Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh
hijau. Reaksi pencokelatan enzimatis bertanggung
jawab pada warna dan flavor yang terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang
terjadi pada produk pangan lain seperti misalnya kopi. Polifenol oksidase juga
bertanggung jawab pada karakteristik warna cokelat keemasan pada
buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem, dan buah ara.
Reaksi pencokelatan enzimatis ini juga memiliki kerugian yaitu
hilangnya nilai gizi pada produk pangan dan dapat merusak flavor dari bahan
pangan itu sendiri. Dalam industri pangan perlu dilakukan langkah-langkah untuk
meminimalisasi adanya penurunan mutu produk yaitu dengan mengendalikan reaksi pencokelatan enzimatis. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan yakni blansir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi,
iradiasi, HPP (High Pressure Processing),
penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi.
Selain dengan cara- cara tersebut, dapat dicegah pula
terjadinya pencokelatan enzimatis pada perlakuan- perlakuan bahan sebelum
pengolahan. Pada praktikum kali ini, akan dilakukan beberapa cara pencegahan
sampel sayur dan buah sebelum sampel tersebut diolah. Praktikum yang akan
dilakukan meliputi pencegahan pencokelatan enzimatis dengan mengurangi kontak
dengan peralatan besi serta tembaga, mengurangi kontak dengan oksigen dan
menon- aktifkan kerja enzim polifenol oksidase. Sampel yang digunakan pada
pengujian ini adalah kentang, salak, pisang dan terong.
Pada praktikum pencegahan pencokelatan enzmatis dengan
mengurangi kontak dengan peralatan besi serta tembaga. Langkah pertama yang
harus dilakukan adalah mencuci sampel ( salak, terung dan kentang) dengan
menggunakan air bersih. Setelah dicuci, pisahkan bagian kulit dari buah atau
sayur kemudian iris dengan menggunakan pisau stainless steel dan pisau besi.
Ditunggu selama 15 menit lalu amati dan bandingkan warnanya.
Tabel 1. Pencegahan Pencokelatan Enzimatis Dengan
Mengurangi Kontak Dengan Peralatan Besi Serta Tembaga Pada Sayur Dan Buah
Sampel
|
Jenis
Pisau
|
Warna
|
Salak
|
Stainlees Steel
|
Sedikit cokelat pada bagian tepi salak
|
Besi
|
Cokelat tua
|
|
Kentang
|
Stainlees Steel
|
Kuning kecokelatan (++)
|
Besi
|
Kuning kecokelatan (+)
|
|
Pisang
|
Stainlees Steel
|
Bagian tengah cokelat (++)
|
Besi
|
Bagian tengah cokelat (+++++)
|
|
Terong
|
Stainlees Steel
|
Cokelat (+++), lembek cerah
pinggirannya cokelat
|
Besi
|
Cokelat (++++), lebih pucat,
pinggirannya cokelat kehitaman
|
Berdasarkan table 1, didapatkan bahwa warna
kecokelatan akan mengalami peningkatan intensitas pada sampel yang diiris
dengan menggunakan pisau besi. Perlakuan pemotongan sampel dengan menggunakan pisau besi dapat mempercepat reaksi pencokelatan karena terdapat senyawa logam Fe pada pisau yang akan mengkatalisis reaksi dengan oksigen. Fe yang terdapat pisau lebih cepat bereaksi dengan
sampel dibandingkan dengan pisau stainless steel.
Pencokelatan tersebut juga dapat disebabkan oleh
aktivitas kresolase yang dapat menyebabkan timbulnya protein- tembaga dengan
menggabungkan satu atau lebih molekul oksigen dengan protein tempat atom kupro
yang berdampingan terikat ( Margono, 1993). Sampel yang dipotong akan mengalami
kerusakan pada jaringannya, sehingga enzim polifenolase yang menyebabkan
pencokelatan akan lebih cepat bereaksi dengan permukaan bahan. Kemudian enzim
polifenolase tersebut akan mengoksidasi senyawa fenol menjadi o-quinone
dan melakukan aktivitas katekolase dimana pada reaksi
tersebut melibatkan pengoksidasian dua molekul o-difenol menjadi dua molekul o-quinone.
Protein-Cu+-O2 +
monofenol →Protein-Cu2+ + o-quinone + H2O
Kemudian
senyawa trihidroksi benzene berinteraksi dengan o-quinone membentuk hidroksiquinone. Hidroksiquinone yang terbentuk
akan mengalami polimerisasi dengan cepat dikonversi menjadi polimer berwarna
cokelat merah dan akhirnya menjadi melamin yang berwarna cokelat.
Sedangkan pada sampel kentang yang diiris dengan pisau
besi, intensitas kecokelatannya berkurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh
kandungan senyawa fenol dalam bahan. Semakin banyak senyawa fenol dalam sampel,
maka reaksi pencokelatan yang akan terjadi pun akan semakin cepat. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa senayawa fenol dalam kentang berjumlah paling sedikit
dibandingkan sampel lainnya.
Pada praktikum pencegahan pencokelatan enzimatis dengan
cara mengurangi kontak dengan oksigen pada sampel, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menyediakan empat buah yang 3 diantaranya masing- masing
berisi akuades, larutan garam (untuk sayur ) dan larutan gula ( untuk buah).
Sedangkan sebagai kontrol, mangkok yang tersisa dibiarkan kosong. Sampel yang
telah dicuci, dikupas kulitnya dan diiris dimasukkan kedalam masing- masing
mangkok selama 15 menit. Amati dan bandingkan warnanya.
Tabel 2. Pencegahan Pencokelatan Enzimatis Dengan
Cara Mengurangi Kontak Dengan Oksigen Pada Sayur Dan Buah
Sampel
|
Perlakuan
|
Warna
|
Tekstur
|
Salak
|
Kosong
|
Cokelat (+)
|
Keras (++++)
|
Aquades
|
Cokelat (++)
|
Keras (+++)
|
|
Larutan Gula
|
Cokelat (+)
|
Keras (++)
|
|
Kentang
|
Kosong
|
Cokelat (++)
|
-
|
Aquades
|
Cokelat (+++)
|
-
|
|
Larutan Garam
|
Cokelat (+)
|
-
|
|
Pisang
|
Kosong
|
Cokelat (++)
|
-
|
Aquades
|
Cokelat (+++)
|
-
|
|
Larutan Gula
|
Cokelat (+)
|
-
|
|
Terong
|
Kosong
|
Semakin Cokelat
(++++)
|
Keras (+++++)
|
Aquades
|
Cokelat (+++)
|
Keras (++++)
|
|
Larutan Garam
|
Agak cokelat
putih
|
Keras (++)
|
Larutan
gula dan larutan garam merupakan salah satu larutan yang mampu membentuk
lapisan pelindung bagi jaringan sayur atau buah yang telah mengalami kerusakan
seperti sayur dan buah yang telah dipotong atau diiris. Selain itu , larutan gula dapat
menurunkan pH lingkungan sehingga enzim PPO ini menjadi inaktif. Semakin tinggi
konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini
disebabkan karena gula mempunyai sifat coolingeffect (Winarno, 1997).
Berdasarkan
data tabel 2, didapatkan bahwa sampel yang direndam dalam akuades memiliki
intensitas warna cokelat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol ( sampel
yang diletakkan pada mangkok kosong ). Padahal seharusnya warna cokelat kontrol
lebih pekat dibandingkan dengan sampel yang direndam air karena akuades
menghambat terjadinya interaksi langsung antara jaringan sampel yang rusak
dengan oksigen dari lingkungan. Pada sampel yang direndam dengan larutan gula
dan garam, interaksi antara oksigen dengan permukaan sampel yang luka telah terbatasi
secara sempurna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perendaman sayur dan buah
kedalam larutan gula dan garam lebih efektif menghambat pencokelatan enzimatis
karena oksigen dibandingkan dengan perendaman menggunakan air.
Pada
praktikum pencegahan pencokelatan enzimatis dengan cara menon- aktifkan enzim
polifenol oksidase pada sayur dan buah, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menyediakan empat mangkok yang tiga diantaranya berisi larutan berupa
larutan asam sitrat 2%, larutan Na- bisulfit 2% dan asam askorbat 2%. Sedangkan
mangkok yang tersisa dibiarkan kosong untuk kontrol sampel. Sampel yang telah
dicuci, dikupas dan diiris kemudian diblansing ( blansing rebus selama 3 menit
untuk sampel sayur dan blansing kukus selama 2 menit untuk sampel buah- buahan
). Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam air es selama 3 menit untuk
mempertahankan warna sampel. Rendam sampel kedalam masing- masing mangkok lalu
tunggu selama 15 menit. Amati warna dan tekstur yang terbentuk lalu bandingkan
dengan kontrolnya.
Tabel 3. Pencegahan Pencokelatan
Enzimatis Dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenol Oksidase pada Sayur dan
Buah
Sampel
|
Perlakuan
|
Warna
|
Tekstur
|
Salak
|
Kosong
|
Putih
kekuningan (+++)
|
Keras (+++++)
|
Larutan Asam
Sitrat
|
Putih
kekuningan (++)
|
Keras (++++)
|
|
Larutan
Na-bisulfit
|
Putih
kekuningan (+)
|
Keras (+++)
|
|
Larutan Asam
Askorbat
|
Putih
kekuningan (+++)
|
Keras (+++++)
|
|
Blansing
|
Putih
kekuningan (+)
|
Keras (+)
|
|
Kentang
|
Kosong
|
Cokelat (+)
|
Keras
|
Larutan Asam
Sitrat
|
Kuning
|
Keras (+)
|
|
Larutan
Na-bisulfit
|
Kuning
|
Keras (+++)
|
|
Larutan Asam
Askorbat
|
Kuning
|
Keras (++)
|
|
Blansing
|
Cokelat (+)
|
Lunak
|
|
Pisang
|
Kosong
|
Putih cokelat
kekuningan
|
Lunak (+)
|
Larutan Asam
Sitrat
|
Putih
kekuningan cokelat
|
Lunak (++)
|
|
Larutan
Na-bisulfit
|
Putih
kekuningan
|
Lunak (+++)
|
|
Larutan Asam
Askorbat
|
Kuning cerah
|
Lunak (+)
|
|
Blansing
|
Kuning pucat
|
Lembek (++++),
keras didalam
|
|
Terong
|
Kosong
|
Putih kecokelatan
(++)
|
Lunak (+)
|
Larutan Asam
Sitrat
|
Putih (++++)
|
Lunak (+++)
|
|
Larutan
Na-bisulfit
|
Putih (++++)
|
Lunak (+)
|
|
Larutan Asam
Askorbat
|
Putih
kekuningan (+++)
|
Lunak (++++)
|
|
Blansing
|
Cokelat
|
Lunak (++++++)
|
Pada praktikum ini, asam askorbat berfungsi sebagai senyawa pereduksi kuat yang bersifat asam di
alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang
tinggi (Martin, 1994). Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya
merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan sayuran dan juga pada
jus buah untuk pencokelatan dan reaksi oksidatif
lainnya. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan
mengoksidasi askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau
menurunkan selama terjadinya reaksi pencokelatan enzimatis.
Asam sitrat merupakan
senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih.
Asam sitrat memiliki sifat mudah larut dalam air,
spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan
akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang.
Asam sitrat merupakan agen pengkelat
yang dapat menghambat terjadinya pencokelatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam
hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencokelatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencokelatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim PPO
menjadi inaktif (Winarno, 1997).
Penambahan larutan Na- bisulfit sebagai senyawa antibrowning
bekerja dengan cara membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga
menghambat pengikatan dengan oksigen. Selain itu sulfit juga dapat bereaksi
dengan quinone yang dihasilkan dari
oksidasi senyawa fenolik sehingga menghambat polimerisasi quinon membentuk
pigmen melanin (cokelat). Adanya Na- bisulfit pada sayur dan buah akan menyebabkan sayur dan buah tampak
lebih segar, cerah dan lambat dalam mengalami pencokelatan (Margono, 1993).
Berdasarkan tabel 3, didapatkan
bahwa enzim polifenol oksidase pada sampel salak dan pisang mampu dihambat
dengan baik pada perlakuan blansing dan larutan Na- bisulfit. Namun metode
blansing akan memperburuk tekstur salak dan pisang yang berubah menjadi lunak. Sedangkan pada sampel kentang dan terong, enzim
polifenol oksidase dapat dihambat dengan menggunakan penambahan larutan Na-
bisulfit tanpa merusak teksturnya. Oleh
karenanya, metode penghambatan terbaik untuk keempat sampel adalah dengan
menggunakan pelarut Na- bisulfit.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode terbaik untuk mencegah terjadinya
pencokelatan enzimatis adalah dengan memotong atau mengiris sayur serta buah
menggunakan pisau stainless steel, menggunakan larutan gula serta garam untuk
perendaman sayur dan buah dibandingkan dengan akuades serta perlakuan
penghambatan enzim polifenol oksidase menggunakan larutan Na- bisulfit.
DAFTAR PUSTAKA
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc: New York
John, M deMan. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata, Kosasih, Penerjemah.
Penerbit ITB, 1997. Bandung.
Margono, T dkk. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam
Pembangunan PDII-LIPI: Jakarta
Martin, P. 1994. Food Science and Technology. Instructional Materials Laboratory: Columbia
Muchtadi, Tien R. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat
Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi: Bogor
Murano Peter S., 2003. Food Science and Technology. Thomson Learning Inc., Texas USA
Naz, Shahina. 2002. Enzymes and Food. Oxford University Press: Oxford.
Hartoyo, A. S ,dkk. 2008. Penuntun Praktikum Kimia dan Biokimia Pangan. Dept. ITP IPB: Bogor
Tjahjadi, C., Sumantri, D.
M., Nurhadi, B. 2005. Diktat Biokimia Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian: Unpad.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia, Jakarta
No comments:
Post a Comment