Pages


5.12.2012

pencegahan pencokelatan enzimatis


 V.       HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Enzim merupakan salah satu komponen alami yang terdapat pada sayur maupun buah yang mana didalamnya tersusun atas beberapa gugus polipeptida ( protein ). Gugus polipeptida atau protein berfungsi sebagai katalisator atau senyawa yang mempercepat reaksi kimia tanpa ikut bereaksi. Enzim bekerja pada suatu reaksi dengan cara menempel pada permukaan molekul zat- zat yang akan bereaksi dan dengan demikian keberadaannya akan mempercepat reaksi yang terjadi. Percepatan akan terjadi karena enzim menurunkan energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Pada sebagian enzim akan bekerja secara khas berganting pada reaksi dimana enzim tersebut berada. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan struktur kimia tiap enzim- enzim yang bersifat tetap.
Kerja dari suatu enzim dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Suhu dan pH yang terlalu ekstrim ( diluar kondisi optimum), enzim akan mengalami perubahan bentuk karena denaturasi. Hal tersebut akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya.
Reaksi pencokelatan dapat dialami oleh buah-buahan dan sayur-sayuran yang tidak berwarna. Reaksi ini disebut reaksi pencokelatan karena menyebabkan warna makanan berubah menjadi cokelat. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya reaksi pencokelatan, salah satunya adalah keberadaan enzim. Reaksi pencokelatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pencokelatan enzimatis dan reaksi pencokelatan non-enzimatis.
Reaksi pencokelatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan oleh enzim polifenol oksidase yang menghasilkan pigmen warna cokelat (melanin). Proses pencokelatan enzimatis memerlukan enzim polifenol oksidase dan oksigen untuk berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim-enzim yang dikenal yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase/polifenolase, enzim-enzim ini bekerja secara spesifik untuk substrat tertentu (Winarno, 1995). Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin.
Reaksi pencokelatan enzimatis pada bahan pangan ini memiliki dua macam dampak yaitu dampak yang menguntungkan dan juga dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan misalnya saja pada teh hitam, teh oolong dan teh hijau. Reaksi pencokelatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang terbentuk.(Fennema, 1996). Begitu juga yang terjadi pada produk pangan lain seperti misalnya kopi. Polifenol oksidase juga bertanggung jawab pada karakteristik warna cokelat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem, dan buah ara.
Reaksi pencokelatan enzimatis ini juga memiliki kerugian yaitu hilangnya nilai gizi pada produk pangan dan dapat merusak flavor dari bahan pangan itu sendiri. Dalam industri pangan perlu dilakukan langkah-langkah untuk meminimalisasi adanya penurunan mutu produk yaitu dengan mengendalikan reaksi pencokelatan enzimatis. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan yakni blansir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi, iradiasi, HPP (High Pressure Processing), penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi.
Selain dengan cara- cara tersebut, dapat dicegah pula terjadinya pencokelatan enzimatis pada perlakuan- perlakuan bahan sebelum pengolahan. Pada praktikum kali ini, akan dilakukan beberapa cara pencegahan sampel sayur dan buah sebelum sampel tersebut diolah. Praktikum yang akan dilakukan meliputi pencegahan pencokelatan enzimatis dengan mengurangi kontak dengan peralatan besi serta tembaga, mengurangi kontak dengan oksigen dan menon- aktifkan kerja enzim polifenol oksidase. Sampel yang digunakan pada pengujian ini adalah kentang, salak, pisang dan terong. 
Pada praktikum pencegahan pencokelatan enzmatis dengan mengurangi kontak dengan peralatan besi serta tembaga. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencuci sampel ( salak, terung dan kentang) dengan menggunakan air bersih. Setelah dicuci, pisahkan bagian kulit dari buah atau sayur kemudian iris dengan menggunakan pisau stainless steel dan pisau besi. Ditunggu selama 15 menit lalu amati dan bandingkan warnanya.
Tabel 1. Pencegahan Pencokelatan Enzimatis Dengan Mengurangi Kontak Dengan Peralatan Besi Serta Tembaga Pada Sayur Dan Buah
Sampel
Jenis Pisau
Warna
Salak
Stainlees Steel
Sedikit cokelat pada bagian tepi salak
Besi
Cokelat tua
Kentang
Stainlees Steel
Kuning kecokelatan (++)
Besi
Kuning kecokelatan (+)
Pisang
Stainlees Steel
Bagian tengah cokelat (++)
Besi
Bagian tengah cokelat (+++++)
Terong
Stainlees Steel
Cokelat (+++), lembek cerah pinggirannya cokelat
Besi
Cokelat (++++), lebih pucat, pinggirannya cokelat kehitaman

Berdasarkan table 1, didapatkan bahwa warna kecokelatan akan mengalami peningkatan intensitas pada sampel yang diiris dengan menggunakan pisau besi. Perlakuan pemotongan sampel dengan menggunakan pisau besi dapat mempercepat reaksi pencokelatan karena terdapat senyawa logam Fe pada pisau yang akan mengkatalisis reaksi dengan oksigen. Fe yang terdapat pisau lebih cepat bereaksi dengan sampel dibandingkan dengan pisau stainless steel.
Pencokelatan tersebut juga dapat disebabkan oleh aktivitas kresolase yang dapat menyebabkan timbulnya protein- tembaga dengan menggabungkan satu atau lebih molekul oksigen dengan protein tempat atom kupro yang berdampingan terikat ( Margono, 1993). Sampel yang dipotong akan mengalami kerusakan pada jaringannya, sehingga enzim polifenolase yang menyebabkan pencokelatan akan lebih cepat bereaksi dengan permukaan bahan. Kemudian enzim polifenolase tersebut akan mengoksidasi senyawa fenol menjadi o-quinone dan melakukan aktivitas katekolase dimana pada reaksi tersebut melibatkan pengoksidasian dua molekul o-difenol menjadi dua molekul o-quinone.
       Protein-Cu+-O2 + monofenol →Protein-Cu2+ + o-quinone + H2O
 Kemudian senyawa trihidroksi benzene berinteraksi dengan o-quinone membentuk hidroksiquinone. Hidroksiquinone yang terbentuk akan mengalami polimerisasi dengan cepat dikonversi menjadi polimer berwarna cokelat merah dan akhirnya menjadi melamin yang berwarna cokelat.
Sedangkan pada sampel kentang yang diiris dengan pisau besi, intensitas kecokelatannya berkurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan senyawa fenol dalam bahan. Semakin banyak senyawa fenol dalam sampel, maka reaksi pencokelatan yang akan terjadi pun akan semakin cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa senayawa fenol dalam kentang berjumlah paling sedikit dibandingkan sampel lainnya.
Pada praktikum pencegahan pencokelatan enzimatis dengan cara mengurangi kontak dengan oksigen pada sampel, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyediakan empat buah yang 3 diantaranya masing- masing berisi akuades, larutan garam (untuk sayur ) dan larutan gula ( untuk buah). Sedangkan sebagai kontrol, mangkok yang tersisa dibiarkan kosong. Sampel yang telah dicuci, dikupas kulitnya dan diiris dimasukkan kedalam masing- masing mangkok selama 15 menit. Amati dan bandingkan warnanya.
Tabel 2. Pencegahan Pencokelatan Enzimatis Dengan Cara Mengurangi Kontak Dengan Oksigen Pada Sayur Dan Buah
Sampel
Perlakuan
Warna
Tekstur
Salak
Kosong
Cokelat (+)
Keras (++++)
Aquades
Cokelat (++)
Keras (+++)
Larutan Gula
Cokelat (+)
Keras (++)
Kentang
Kosong
Cokelat (++)
-
Aquades
Cokelat (+++)
-
Larutan Garam
Cokelat (+)
-
Pisang
Kosong
Cokelat (++)
-
Aquades
Cokelat (+++)
-
Larutan Gula
Cokelat (+)
-
Terong
Kosong
Semakin Cokelat (++++)
Keras (+++++)
Aquades
Cokelat (+++)
Keras (++++)
Larutan Garam
Agak cokelat putih
Keras (++)
            Larutan gula dan larutan garam merupakan salah satu larutan yang mampu membentuk lapisan pelindung bagi jaringan sayur atau buah yang telah mengalami kerusakan seperti sayur dan buah yang telah dipotong atau diiris. Selain itu , larutan gula dapat menurunkan pH lingkungan sehingga enzim PPO ini menjadi inaktif. Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat coolingeffect (Winarno, 1997).
            Berdasarkan data tabel 2, didapatkan bahwa sampel yang direndam dalam akuades memiliki intensitas warna cokelat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol ( sampel yang diletakkan pada mangkok kosong ). Padahal seharusnya warna cokelat kontrol lebih pekat dibandingkan dengan sampel yang direndam air karena akuades menghambat terjadinya interaksi langsung antara jaringan sampel yang rusak dengan oksigen dari lingkungan. Pada sampel yang direndam dengan larutan gula dan garam, interaksi antara oksigen dengan permukaan sampel yang luka telah terbatasi secara sempurna. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perendaman sayur dan buah kedalam larutan gula dan garam lebih efektif menghambat pencokelatan enzimatis karena oksigen dibandingkan dengan perendaman menggunakan air.
            Pada praktikum pencegahan pencokelatan enzimatis dengan cara menon- aktifkan enzim polifenol oksidase pada sayur dan buah, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyediakan empat mangkok yang tiga diantaranya berisi larutan berupa larutan asam sitrat 2%, larutan Na- bisulfit 2% dan asam askorbat 2%. Sedangkan mangkok yang tersisa dibiarkan kosong untuk kontrol sampel. Sampel yang telah dicuci, dikupas dan diiris kemudian diblansing ( blansing rebus selama 3 menit untuk sampel sayur dan blansing kukus selama 2 menit untuk sampel buah- buahan ). Setelah itu, sampel dimasukkan kedalam air es selama 3 menit untuk mempertahankan warna sampel. Rendam sampel kedalam masing- masing mangkok lalu tunggu selama 15 menit. Amati warna dan tekstur yang terbentuk lalu bandingkan dengan kontrolnya.
Tabel 3. Pencegahan Pencokelatan Enzimatis Dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenol Oksidase pada Sayur dan Buah
Sampel
Perlakuan
Warna
Tekstur
Salak
Kosong
Putih kekuningan (+++)
Keras (+++++)
Larutan Asam Sitrat
Putih kekuningan (++)
Keras (++++)
Larutan Na-bisulfit
Putih kekuningan (+)
Keras (+++)
Larutan Asam Askorbat
Putih kekuningan (+++)
Keras (+++++)
Blansing
Putih kekuningan (+)
Keras (+)
Kentang
Kosong
Cokelat (+)
Keras
Larutan Asam Sitrat
Kuning
Keras (+)
Larutan Na-bisulfit
Kuning
Keras (+++)
Larutan Asam Askorbat
Kuning
Keras (++)
Blansing
Cokelat (+)
Lunak
Pisang
Kosong
Putih cokelat kekuningan
Lunak (+)
Larutan Asam Sitrat
Putih kekuningan cokelat
Lunak (++)
Larutan Na-bisulfit
Putih kekuningan
Lunak (+++)
Larutan Asam Askorbat
Kuning cerah
Lunak (+)
Blansing
Kuning pucat
Lembek (++++), keras didalam
Terong
Kosong
Putih kecokelatan (++)
Lunak (+)
Larutan Asam Sitrat
Putih (++++)
Lunak (+++)
Larutan Na-bisulfit
Putih (++++)
Lunak (+)
Larutan Asam Askorbat
Putih kekuningan (+++)
Lunak (++++)
Blansing
Cokelat
Lunak (++++++)

            Pada praktikum ini, asam askorbat berfungsi sebagai senyawa pereduksi kuat yang bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang tinggi (Martin, 1994). Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan sayuran dan juga pada jus buah untuk pencokelatan dan reaksi oksidatif lainnya. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan selama terjadinya reaksi pencokelatan enzimatis.
            Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Asam sitrat memiliki sifat mudah larut dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat yang dapat menghambat terjadinya pencokelatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencokelatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencokelatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1997).
            Penambahan larutan Na- bisulfit sebagai senyawa antibrowning bekerja dengan cara membentuk ikatan disufida dengan enzim PPO sehingga menghambat pengikatan dengan oksigen. Selain itu sulfit juga dapat bereaksi dengan quinone yang dihasilkan dari oksidasi senyawa fenolik sehingga menghambat polimerisasi quinon membentuk pigmen melanin (cokelat). Adanya Na- bisulfit pada sayur dan buah akan menyebabkan sayur dan buah tampak lebih segar, cerah dan lambat dalam mengalami pencokelatan (Margono, 1993).
            Berdasarkan tabel 3, didapatkan bahwa enzim polifenol oksidase pada sampel salak dan pisang mampu dihambat dengan baik pada perlakuan blansing dan larutan Na- bisulfit. Namun metode blansing akan memperburuk tekstur salak dan pisang yang berubah menjadi lunak. Sedangkan pada sampel kentang dan terong, enzim polifenol oksidase dapat dihambat dengan menggunakan penambahan larutan Na- bisulfit tanpa merusak teksturnya. Oleh karenanya, metode penghambatan terbaik untuk keempat sampel adalah dengan menggunakan pelarut Na- bisulfit.



VI.       KESIMPULAN
            Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode terbaik untuk mencegah terjadinya pencokelatan enzimatis adalah dengan memotong atau mengiris sayur serta buah menggunakan pisau stainless steel, menggunakan larutan gula serta garam untuk perendaman sayur dan buah dibandingkan dengan akuades serta perlakuan penghambatan enzim polifenol oksidase menggunakan larutan Na- bisulfit.


DAFTAR PUSTAKA
Fennema, Owen R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc: New York

John, M deMan. 1989. Kimia Makanan. Padmawinata, Kosasih, Penerjemah. Penerbit ITB, 1997. Bandung.
Margono, T dkk. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI: Jakarta

Martin, P. 1994. Food Science and Technology. Instructional Materials Laboratory: Columbia

Muchtadi, Tien R. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi: Bogor

Murano Peter S., 2003. Food Science and Technology. Thomson Learning Inc., Texas USA

Naz, Shahina. 2002. Enzymes and Food. Oxford University Press: Oxford.

Hartoyo, A. S ,dkk. 2008. Penuntun Praktikum Kimia dan Biokimia Pangan. Dept. ITP IPB: Bogor

Tjahjadi, C., Sumantri, D. M., Nurhadi, B. 2005. Diktat Biokimia Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian: Unpad.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta

No comments: