V.1
HASIL PENGAMATAN
a. HCl
0,1 N ( blanko = 0,2 ml )
Sampel
|
Wsampel
|
V HCl
|
Kadar N ( %)
|
Kadar Protein
( %)
|
Tepung Kedelai
|
51
|
1,2
|
2,75
|
15,68
|
Biscuit Bayi
|
51,4
|
5,7
|
14,99
|
85,44
|
Susu Bubuk
|
50,2
|
4,5
|
11,99
|
76,54
|
Tepung Beras
|
51,2
|
0,6
|
1,09
|
6,51
|
b. HCl
0,2 N ( blanko = 0,1 ml )
Sampel
|
Wsampel
|
V HCl
|
Kadar N ( %)
|
Kadar Protein
( %)
|
Tepung Kedelai
|
50,3
|
11,8
|
6,516
|
37,2
|
Biscuit Bayi
|
51,2
|
1,9
|
0,985
|
5,6145
|
Susu Bubuk
|
52,4
|
6,8
|
3,582
|
22,85
|
Tepung Beras
|
51,2
|
4
|
2,134
|
12,6973
|
V.2
PEMBAHASAN
Protein
merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak
dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsure-
unsure C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul protein juga mengandung
fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang mengandung tembaga (
Winarno, 1984 ). Protein sangat mudah mengalami perubahan fisis maupun
aktivitas biologis yang disebabkan oleh kandungan protein berupa polipeptida
dengan BM ( berat molekul ) yang beragam.
Fungsi
utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Protein dapat juga
digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak dapat terpenuhi
oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga berperan dalam pengaturan proses dalam
tubuh ( secara langsung maupun tidak langsung ). Dengan cara mengatur zat-zat pengatur proses
dalam tubuh, protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jarngan dan
pembuluh darah, yaitu dengan cara menimbulkan tekanan osmotik koloid. Tekanan
osmotic tersebut dapat menarik cairan jaringan kedalam pembuluh darah. Selain
itu, sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat
mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Protein
dapat mengalami perubahan- perubahan yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
1. Dapat
terdenaturasi yang disebabkan oleh perlakuan pemanasan. Pada umumnya protein
akan terdenaturasi karena adanya kondisi ekstrim.
2. Dapat
terkoagulasi atau membentuk endapan yang disebabkan oleh adanya perlakuan
pengasaman.
3. Dapat
mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim- enzim proteolitik.
4. Dapat
bereaksi dengan gula reduksi. Reaksi tersebut akan menimbulkan terbentuknya
warna cokelat.
Analisis
protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis
yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan
pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan
untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisi kuantitatif
protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV.
Pada
praktikum kali ini akan dilakukan penentuan kadar protein dalam bahan pangan
dengan menggunakan metode Kjeldahl. Analisis protein ini dapat menentukan
tingkat kualitas protein apabila dipandang dari sudut gizi serta menelaah
protein yang merupakan salah satu bahan kimia secara biokimia, fisiologis,
reologis dan enzimatis.
Prinsip
kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel
didestruksi dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi
dinetralkan dengan menggunakan larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat
ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion- ion borat yang terbentuk
dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Pada
praktikum ini, sampel yang digunakan adalah tepung beras, susu bubuk, biscuit
dan tepung kedelai. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh praktikan adalah
memasukkan sampel sebanyak 0,05 gram kedalam labu kjeldahl. Kemudian kedalam
labu, ditambahkan 0,04 gram HgO, 0,9 gram K2SO4.
Penambahan K2SO4 berfungsi sebagai katalisator yang dapat
meningkatkan titik didih. 1 gram K2SO4 dapat meningkatkan
titik didih hingga 30 C (Sudarmadji dkk., 1996). Peningkatan titik
didih akan mengefektifkan reaksi antara asam sulfat dengan sampel ( destruksi
berjalan efektif ). Hal tersebut disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan
oleh asam sulfat untuk menguap ( semakin tinggi titik didih, maka waktu yang
dibutuhkan asam sulfat untuk menguap akan semakin lama ).
Setelah
itu, ditambahkan lagi H2SO4 sebanyak 4 ml dalam ruang
asam yang kemudian dilanjutkan dengan mendestruksi sampel selama 4 jam hingga
warnanya berubah menjadi hijau bening. Destruksi sampel bertujuan untuk
mempercepat reaksi dan hidrolisis protein menjadi unsure C, H, O, N, S dan P.
HgO + H2SO4 HgSO4 + H2
Hg2SO4 + 2 H2SO4 2 HgSO4 + 2 H2O
+ SO2
Proses destruksi akan menghasilkan karbondioksida
( CO2 ), air ( H2O ) dan ammonium sulfat (( NH4)2SO4).
(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4
Sampel yang sudah didestruksi, akan
didinginkan yang kemudian akan dilanjutkan dengan proses destilasi. Sebelumnya,
sampel ditambahkan dengan akuades agar endapan dapat larut. Destilasi merupakan
suatu proses memisahkan cairan maupun larutan yang berdasarkan pada perbedaan
titik didih. Tujuan dari proses destilasi adalah memisahkan zat yang akan
dianalisa dengan cara memecah ammonium sulfat menjadi ammonia ( NH3
). Pemecahan tersebut melibatkan peran NaOH 60% yang ditambahkan kedalam sampel
sebanyak 10 ml. Penambahan NaOH bertujuan untuk mempercepat pelepasan ammonia
dengan cara menciptakan suasana basa ( reaksi tidak dapat berlangsung dalam
kondisi asam ).
( NH4)2SO4
+ 2NaOH 2NH3 + Na2SO4
+ 2H2O
NH3 dihasilkan dalam
destilat berupa gas. Gas NH3 tersebut ditangkap oleh asam borat.
Asam borat yang ditambahkan kedalam destilat sebanyak 15 ml yang kemudian
dilanjutkan dengan penambahan 2 tetes indicator metal merah biru.
4NH3 + 2H3BO3
2(NH4)2BO3
+H2
Setelah penambahan indicator, dilakukan uji lakmus
terhadap sampel yang kemudian dilajutkan dengan titrasi HCl hingga warnanya
berubah menjadi biru. Pada praktikum kali ini, normalitas HCl yang digunakan
adalah 0,1 N dan 0,2 N.
Setelah melakukan titrasi, dapat diketahui kadar
proteinnya yang tertuang dalam bentuk persen kadar nitrogen. Berikut adalah
rumus kadar nitrogen :
% Kadar Nitrogen = x 100%
Dimana :
Ar Nitrogen
= 14,007
Be HCl
= 1
Selanjutnya, dari persen kadar nitrogen dapat
diketahui kadar proteinnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
% Kadar
Protein = % Kadar Nitrogen x Fk
Berikut adalah hasil perhitungan kadar protein yang
didapat dari praktikum:
a.
HCl 0,1 N
Sampel
|
Wsampel
|
V HCl
|
Kadar N ( %)
|
Tepung Kedelai
|
51
|
1,2
|
2,75
|
Biscuit Bayi
|
51,4
|
5,7
|
14,99
|
Susu Bubuk
|
50,2
|
4,5
|
11,99
|
Tepung Beras
|
51,2
|
0,6
|
1,09
|
b.
HCl 0,2 N
Sampel
|
Wsampel
|
V HCl
|
Kadar N ( %)
|
Tepung Kedelai
|
50,3
|
11,8
|
6,516
|
Biscuit Bayi
|
51,2
|
1,9
|
0,985
|
Susu Bubuk
|
52,4
|
6,8
|
3,582
|
Tepung Beras
|
51,2
|
4
|
2,134
|
Apabila
data tersebut diaplikasikan kedalam rumus perhitungan, maka didapatkan kadar
proteinnya sebagai berikut:
Sampel
|
HCl 0,1 N
|
HCl 0,2 N
|
Tepung Kedelai
|
15,68
|
37,2
|
Biscuit Bayi
|
85,44
|
5,6145
|
Susu Bubuk
|
76,54
|
22,85
|
Tepung Beras
|
6,51
|
12,6973
|
Penggunaan
normalitas asam klorida yang berbeda bertujuan untuk membandingkan normalitas
mana yang menghasilkan kadar protein yang sesuai dengan literature. Apabila
membandingkan antara kedua kadar protein tersebut, didapatkan hasil yang
rentang perbedaannya sangat jauh. Menurut literature, kadar protein dalam susu
bubuk adalah 25,9 % sedangkan menurut hasil praktikum adalah 76,54 % dan 22,85
%. Hasil analisa kadar protein menggunakan asam klorida 0,2 N memberikan hasil
yang sedikit mendekati kadar literature. Besarnya kadar protein pada susu bubuk
( HCl 0,1 N ) kemungkinan disebabkan oleh ikut teranalisisnya komponen-
komponen lain seperti purina, pirimidina, asam amino besar, kreatina dan
vitamin- vitamin sebagai nitrogen protein.
Kadar
protein pada biscuit bayi menurut literature adalah 26,03 %. Sedangkan menurut
hasil praktikum adalah 85,44% dan 5,6145%. Apabila membandingkan ketiganya,
didapatkan bahwa hasil praktikum berbeda jauh nilainya dibandingkan dengan
literature. Kemungkinan perbedaan tersebut disebabkan oleh kelemahan metode
Kjeldahl yang memiliki ketelitian rendah.
Kadar
protein pada tepung beras menurut literature adalah 7%. Sedangkan menurut hasil
praktikum adalah 6,51% dan 12,6973%. Apabila membandingkan kadar protein
literature dengan hasil praktikum, didapatkan bahwa kadar protein yang
mendekati adalah penggunaan analisa kadar protein menggunakan asam klorida 0,1
N. Besarnya nilai kadar protein larutan asam klorida 0,2 disebabkan oleh adanya
komponen- komponen lain yang ikut teranalisis sebagai nitrogen protein.
Kadar
protein pada tepung kedelai menurut literature adalah 35,9%. Sedangkan menurut
hasil praktikum adalah 15,68% dan 37,2%. Hasil analisa kadar protein
menggunakan asam klorida 0,2 N memberikan hasil yang sedikit mendekati kadar
literature. Besarnya kadar protein pada susu bubuk ( HCl 0,1 N ) kemungkinan
disebabkan oleh ikut teranalisisnya komponen- komponen lain sebagai nitrogen
protein.
VI.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum analisa kadar protein yang sudah dilakukan, didapatkan bahwa metode
Kjeldhal menghasilkan ketelitian yang rendah dan semua komponen lain yang
mengandung nitrogen ikut terhitung sebagai nitrogen protein. Selain itu, waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur tersebut pun cukup lama.
Analisa
kadar protein menggunakan normalitas asam klorida berbeda yang bertujuan untuk
membandingkan hasil praktikum dengan literature. Berdasarkan data praktikum,
didapatkan bahwa analisa kadar protein menggunakan HCl 0,2 N menghasilkan nilai
yang mendekati literature.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonima.
2011. Evaluasi Gizi Dalam Pengolahan (Egdp). Available
at : http://images.ledysland.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/RtzYuwoKCqkAABupTtM1/egdp-protein.doc?nmid=56458799 ( diakses pada 3 Mei 2011).
Anonimb .2009. Kejldahl. http://kisahfathe.blogspot.com/2009/02/kjeldahl.html ( diakses pada 3 Mei 2011).
Anonimc .2008. Analisis Protein. http://hobiikan.blogspot.com/2008/10/analisis-pakan-analisis-protein.html ( diakses pada 3 Mei 2011).
Lehninger.A.L,
1995. Dasar-Dasar Biokimia.
Erlangga, Jakarta
Sudarmadji, S.,
Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Winarno, F. G.,
1992. Kimia Pangan dan Gizi.
Penerbit Gramedia: Jakarta.
4 comments:
MKASIH Y....
MOHON DITAMBAH PRINSIP DARI TITRASI ITU SENDIRI.....
Kalau Bisa metode yang dipakai dicantumkan donk...TQ
di tambah dasar teory lebih bagus ka ^-^
Bagus, ngebantu banget nih infonya. Cuman mau usul nih, kalo bisa sitasinya ditambahin lagi. Makasih :)
Post a Comment