Pages


11.21.2011

laporan praktikum penentuan kadar serat kasar


V.1  HASIL PENGAMATAN

% Kadar Serat Kasar =
Sampel
Berat Kertas
Berat Residu
Kadar Serat
Tepung Terigu
0,77
0,79
2 %
Roti Tawar
0,75
0,75
0 %
Ampas Tapioka
0,78
0,88
10 %

V.2  PEMBAHASAN
Serat makanan ( diatery fiber ) merupakan komponen alami dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian- bagian yang dapat diserap pada saluran pencernaan. Pada umumnya, serat banyak terdapat pada bagian dinding sel suatu tumbuhan. Dinding sel terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pectin dan non karbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi dan beberapa mucilage. Sehingga pada umumnya serat terdiri dari karbohidrat atau polisakarida.
Serat diet, mencakup tiga jenis, antara lain :
  1. Polisakarida struktur : berkaitan dengan dinding sel tumbuhan, termasuk selulosa, hemiselulosa dan pektin.
  2. Nonpolisakarida struktur, terutama lignin
  3. Polisakarida non-struktur, termasuk gum dan musilago (Schneeman 1986).
Serat terbagi menjadi dua jenis yaitu serat yang larut ( serat halus)dan serat yang tidak larut ( serat kasar). Komponen serat bahan pangan larut air dapat membentuk gel dengan cara menyerap air. Contoh serat bahan pangan yang larut dalam air adalah pectin, gum, musilase, asam alginate dan agar- agar. Sedangkan serat yang tidak larut dalam air akan menuju saluran pencernaan menyebabkan penggumpalan pada fesef sehingga feses dapat keluar dengan lancer. Contoh dari serat bahan pangan yang tidak larut dalam air adalah lignin dan selulosa.
Kandungan serat kasar dalam suatu bahan pangan merupakan suatu aspek yang penting dalam penilaian kualitas bahan pangan itu sendiri. Kandungan serat dapa digunakan untuk menganalisa suatu proses pengolahan bahan panan. Serat juga merupakan suatu indikasi untuk menentukan nilai gizi dari suatu bahan pangan .
Oleh karenanya, dilakukan pengujian kadar serat kasar terhadap sampel tepung terigu, roti tawar dan ampas tapioca. Pertama sebanyak 1 gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Kemudian tambahkan dengan 100 ml H2SO4 lalu direfluks selama 30 menit. Saring filtrate untuk memperoleh residu. Cuci residu dengan akuades panas untuk mengurangi keasamannya. Lakukan hingga pHnya mencapai 6. Pindahkan residu kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 100 ml NaOH. Refluks kembali selama 30 menit. Saring kembali lalu cuci dengan 15 ml K2SO4 10 %, 50 ml akuades dan beberapa ml alcohol 95 %. Oven kertas pada suhu 105 0C untuk mengurangi kadar air. Dinginkan kembali residu lalu disimpan kedalam desikator untuk menyerap kelebihan kadar air yang tersisa. Timbang residu lalu dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Sampel
Berat Kertas
Berat Residu
Kadar Serat
Tepung Terigu
0,77
0,79
2 %
Roti Tawar
0,75
0,75
0 %
Ampas Tapioka
0,78
0,88
10 %

Berdasarkan hasil diatas, didapatkan bahwa kadar serat pada tepung terigu lebih sedikit dibandingkan dengan kadar serat pada ampas tapioca. Sedangkan pada sampel roti tawar tidak terdapat kadar serat kasar sama sekali.
Roti tawar merupakan pangan alternative yang pada umumnya dikonsumsi saat siang hari dengan tambahan susu maupun telur. Roti tawar mengandung 57% tepung terigu, 36% air, 1,6% gula, 1,6% margarine atau mentega, 1% tepung susu, 1% garam dapur, 0,8% ragi roti, 0,8% malt dan 0,2% garam mineral. Pada umumnya, roti menggunakan tepung yang mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar dan mengandung 12- 13% protein.
Apabila membandingkan kadar serat kasar pada literature dengan hasil praktikum, dapat dinyatakan sebagai suatu kesalahan. Menurut literature, kadar serat kasar pada roti tawar adalah 0,6% per gram. Kesalahan tersebut kemungkinan disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1.      Kurang telitinya praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2.      Serat yang dominan dalam roti tawar sampel adalah serat halus. Menurut literature, kadar serat kasar pada roti tawar adalah 1-7 % dari 1 ½ jumlah serat makanan total.
3.      Rentang pH pada saat pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang tidak terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat. 
Tepung terigu merupakan hasil penghalusan dari beras. Apabila membandingkan antara kadar serat kasar pada hasil praktikum dengan literature, didapatkan bahwa kadar serat kasar pada sampel melebihi literature. Menurut literature, kadar serat pada tepung terigu adalah 0,6 %. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu kesalahan karena perbedaannya terlampau jauh ( > 0,1 %). Kesalahan tersebut kemungkinan disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1.      Kurang telitinya praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2.      Rentang pH pada saat pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang tidak terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat. 
3.      Ada beberapa serat halus yang tidak ikut larut dalam air sehingga membuat gumpalan- gumpalan pada residu.
Kadar serat kasar pada ampas tapioca kering mencapai 0,033% sedangkan pada ampas tapioca basah akan mencapai 35% atau lebih ( Ikawati, 2006 ). Apabila membandingkan literature dengan hasil pengamatan, didapatkan bahwa kadar serat kasar praktikum berada diantara kadar serat kasar ampas tapioca basah dan kering. Karena praktikan kurang mengetahui jenis ampas tapioca yang digunakan, maka praktikan tidak dapat menyimpulkan kesalahan- kesalahan yang terjadi.


VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan bahwa kadar serat kasar tepung terigu dan ampas tapiokan adalah 2% dan 10%. Sedangkan pada sampel roti tawar, didapatkan bahwa kadar serat kasarnya adalah 0%. Hasil tersebut apabila dibandingkan dengan literature menghasilkan data yang berbeda. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kondisi sampel yang kurang baik dan terjadinya beberapa kesalahan praktikan ketika melakukan prosedur praktikum.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI), Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan. Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP). Departemen Perindustrian dan Perdagangan: Bogor


Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.


Keenan,W.Charles. Kimia Untuk Universitas. Penerjemah : A.Hadyana Pudjaatmaka Ph.D.Erlangga.Jakarta.


Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty : Yogyakarta.


Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.




No comments: