V.1 HASIL PENGAMATAN
% Kadar Serat Kasar =
Sampel
|
Berat Kertas
|
Berat Residu
|
Kadar Serat
|
Tepung Terigu
|
0,77
|
0,79
|
2 %
|
Roti Tawar
|
0,75
|
0,75
|
0 %
|
Ampas Tapioka
|
0,78
|
0,88
|
10 %
|
V.2 PEMBAHASAN
Serat
makanan ( diatery fiber ) merupakan komponen alami dalam tanaman yang tidak
tercerna secara enzimatik menjadi bagian- bagian yang dapat diserap pada
saluran pencernaan. Pada umumnya, serat banyak terdapat pada bagian dinding sel
suatu tumbuhan. Dinding sel terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti
selulosa, hemiselulosa, pectin dan non karbohidrat seperti polimer lignin,
beberapa gumi dan beberapa mucilage. Sehingga pada umumnya serat terdiri dari karbohidrat
atau polisakarida.
Serat diet, mencakup tiga
jenis, antara lain :
- Polisakarida struktur : berkaitan dengan dinding sel
tumbuhan, termasuk selulosa, hemiselulosa dan pektin.
- Nonpolisakarida struktur, terutama lignin
- Polisakarida non-struktur, termasuk gum dan musilago
(Schneeman 1986).
Serat
terbagi menjadi dua jenis yaitu serat yang larut ( serat halus)dan serat yang
tidak larut ( serat kasar). Komponen serat bahan pangan larut air dapat
membentuk gel dengan cara menyerap air. Contoh serat bahan pangan yang larut
dalam air adalah pectin, gum, musilase, asam alginate dan agar- agar. Sedangkan
serat yang tidak larut dalam air akan menuju saluran pencernaan menyebabkan
penggumpalan pada fesef sehingga feses dapat keluar dengan lancer. Contoh dari
serat bahan pangan yang tidak larut dalam air adalah lignin dan selulosa.
Kandungan
serat kasar dalam suatu bahan pangan merupakan suatu aspek yang penting dalam
penilaian kualitas bahan pangan itu sendiri. Kandungan serat dapa digunakan
untuk menganalisa suatu proses pengolahan bahan panan. Serat juga merupakan
suatu indikasi untuk menentukan nilai gizi dari suatu bahan pangan .
Oleh
karenanya, dilakukan pengujian kadar serat kasar terhadap sampel tepung terigu,
roti tawar dan ampas tapioca. Pertama sebanyak 1 gram sampel dimasukkan kedalam
Erlenmeyer. Kemudian tambahkan dengan 100 ml H2SO4 lalu
direfluks selama 30 menit. Saring filtrate untuk memperoleh residu. Cuci residu
dengan akuades panas untuk mengurangi keasamannya. Lakukan hingga pHnya
mencapai 6. Pindahkan residu kedalam Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 100 ml
NaOH. Refluks kembali selama 30 menit. Saring kembali lalu cuci dengan 15 ml K2SO4
10 %, 50 ml akuades dan beberapa ml alcohol 95 %. Oven kertas pada suhu 105 0C
untuk mengurangi kadar air. Dinginkan kembali residu lalu disimpan kedalam
desikator untuk menyerap kelebihan kadar air yang tersisa. Timbang residu lalu
dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Sampel
|
Berat Kertas
|
Berat Residu
|
Kadar Serat
|
Tepung Terigu
|
0,77
|
0,79
|
2 %
|
Roti Tawar
|
0,75
|
0,75
|
0 %
|
Ampas Tapioka
|
0,78
|
0,88
|
10 %
|
Berdasarkan
hasil diatas, didapatkan bahwa kadar serat pada tepung terigu lebih sedikit
dibandingkan dengan kadar serat pada ampas tapioca. Sedangkan pada sampel roti
tawar tidak terdapat kadar serat kasar sama sekali.
Roti
tawar merupakan pangan alternative yang pada umumnya dikonsumsi saat siang hari
dengan tambahan susu maupun telur. Roti tawar mengandung 57% tepung terigu, 36%
air, 1,6% gula, 1,6% margarine atau mentega, 1% tepung susu, 1% garam dapur,
0,8% ragi roti, 0,8% malt dan 0,2% garam mineral. Pada umumnya, roti
menggunakan tepung yang mampu menyerap air dalam jumlah besar, dapat mencapai
konsistensi adonan yang tepat, memiliki elastisitas yang baik untuk
menghasilkan roti dengan remah halus, tekstur lembut, volume besar dan
mengandung 12- 13% protein.
Apabila
membandingkan kadar serat kasar pada literature dengan hasil praktikum, dapat
dinyatakan sebagai suatu kesalahan. Menurut literature, kadar serat kasar pada
roti tawar adalah 0,6% per gram. Kesalahan tersebut kemungkinan disebabkan oleh
hal- hal sebagai berikut:
1. Kurang
telitinya praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2. Serat
yang dominan dalam roti tawar sampel adalah serat halus. Menurut literature,
kadar serat kasar pada roti tawar adalah 1-7 % dari 1 ½ jumlah serat makanan
total.
3. Rentang
pH pada saat pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang
tidak terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat.
Tepung
terigu merupakan hasil penghalusan dari beras. Apabila membandingkan antara
kadar serat kasar pada hasil praktikum dengan literature, didapatkan bahwa
kadar serat kasar pada sampel melebihi literature. Menurut literature, kadar
serat pada tepung terigu adalah 0,6 %. Hal tersebut dapat dinyatakan sebagai
suatu kesalahan karena perbedaannya terlampau jauh ( > 0,1 %). Kesalahan
tersebut kemungkinan disebabkan oleh hal- hal sebagai berikut:
1. Kurang
telitinya praktikan dalam melakukan prosedur praktikum.
2. Rentang
pH pada saat pengurangan asam tidak mencapai 6. Sehingga ada beberapa pati yang
tidak terhidrolisis dan mengganggu dalam proses analisa kadar serat.
3. Ada
beberapa serat halus yang tidak ikut larut dalam air sehingga membuat gumpalan-
gumpalan pada residu.
Kadar
serat kasar pada ampas tapioca kering mencapai 0,033% sedangkan pada ampas
tapioca basah akan mencapai 35% atau lebih ( Ikawati, 2006 ). Apabila
membandingkan literature dengan hasil pengamatan, didapatkan bahwa kadar serat
kasar praktikum berada diantara kadar serat kasar ampas tapioca basah dan
kering. Karena praktikan kurang mengetahui jenis ampas tapioca yang digunakan,
maka praktikan tidak dapat menyimpulkan kesalahan- kesalahan yang terjadi.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil praktikum, didapatkan bahwa kadar serat kasar tepung terigu dan ampas
tapiokan adalah 2% dan 10%. Sedangkan pada sampel roti tawar, didapatkan bahwa
kadar serat kasarnya adalah 0%. Hasil tersebut apabila dibandingkan dengan
literature menghasilkan data yang berbeda. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
kondisi sampel yang kurang baik dan terjadinya beberapa kesalahan praktikan
ketika melakukan prosedur praktikum.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI), Tepung
Terigu Sebagai Bahan Makanan. Balai Besar Industri Hasil Pertanian
(BBIHP). Departemen Perindustrian dan Perdagangan: Bogor
Apriyantono,
Anton., dkk 1988. Analisis
Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Keenan,W.Charles.
Kimia Untuk Universitas. Penerjemah : A.Hadyana Pudjaatmaka
Ph.D.Erlangga.Jakarta.
Sudarmadji,
Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty :
Yogyakarta.
Winarno, F.G.
2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.
No comments:
Post a Comment