V.1
HASIL PENGAMATAN
1.
TELUR
PUYUH
BJ = 0,991 mg/ml
VOLUME BSA
( mL)
|
KONSENTRASI
( X )
|
ABSORBANSI
( Y )
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,125
|
0,010
|
0,2
|
0,25
|
0,08
|
0,4
|
0,5
|
0,033
|
0,6
|
0,75
|
0,049
|
0,8
|
1
|
0,052
|
1
|
1,25
|
0,076
|
r2 = 0,98
y = 0,0782x + 0,0023
KONSENTRASI
|
ABSORBANSI
|
% KADAR
PROTEIN
|
2,771
|
0,214
|
2,69 %
|
2,630
|
0,208
|
2,60 %
|
2,656
|
0,210
|
2,63 %
|
2,643
|
0,209
|
2,62 %
|
2,566
|
0,203
|
2,54 %
|
2.
TELUR
AYAM
BJ
= 0,9862
VOLUME BSA
( mL)
|
KONSENTRASI
( X )
|
ABSORBANSI
( Y )
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,125
|
0,01
|
0,2
|
0,25
|
0,029
|
0,4
|
0,5
|
0,058
|
0,6
|
0,75
|
0,064
|
0,8
|
1
|
0,079
|
1
|
1,25
|
0,095
|
KONSENTRASI
|
ABSORBANSI
|
% KADAR
PROTEIN
|
1,85
|
0,144
|
1,82 %
|
1,65
|
0,129
|
1,63 %
|
1,65
|
0,129
|
1,63 %
|
1,77
|
0,138
|
1,75 %
|
1,60
|
0,125
|
1,58 %
|
V.2
PEMBAHASAN
Protein
merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak
dan karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsure-
unsure C, H, O dan N dalam ikatan kimianya. Molekul protein juga mengandung
fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein yang mengandung tembaga (
Winarno, 1984 ). Protein sangat mudah mengalami perubahan fisis maupun
aktivitas biologis yang disebabkan oleh kandungan protein berupa polipeptida
dengan BM ( berat molekul ) yang beragam.
Fungsi
utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Protein dapat juga
digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak dapat terpenuhi
oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga berperan dalam pengaturan proses dalam
tubuh ( secara langsung maupun tidak langsung ). Dengan cara mengatur zat-zat pengatur proses
dalam tubuh, protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jarngan dan
pembuluh darah, yaitu dengan cara menimbulkan tekanan osmotik koloid. Tekanan
osmotic tersebut dapat menarik cairan jaringan kedalam pembuluh darah. Selain
itu, sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat
mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Protein
dapat mengalami perubahan- perubahan yang disebabkan oleh beberapa hal sebagai
berikut:
1. Dapat
terdenaturasi yang disebabkan oleh perlakuan pemanasan. Pada umumnya protein
akan terdenaturasi karena adanya kondisi ekstrim.
2. Dapat
terkoagulasi atau membentuk endapan yang disebabkan oleh adanya perlakuan
pengasaman.
3. Dapat
mengalami dekomposisi atau pemecahan oleh enzim- enzim proteolitik.
4. Dapat
bereaksi dengan gula reduksi. Reaksi tersebut akan menimbulkan terbentuknya
warna cokelat.
Analisis
protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
kuantitatif dan kualitatif. Analisis protein secara kualitatif adalah analisis
yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan
pangan. Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan reaksi Xantoprotein, reaksi
Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi.
Sedangkan analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan
untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan. Analisi kuantitatif
protein dapat dilakukan dengan metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode
Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret) dan metode spektrofotometri UV.
Pada
praktikum kali ini, akan dilakukan analisis kuantitatif protein terhadap sampel
telur puyuh dan telura ayam dengan menggunakan metode spektrofotometri visible
( Biuret ). Spektorofotometri merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk
mengetahu jumlah ( konsentrasi) zat dalam suatu bahan berdasarkan spektroskopi
khusus untuk panjang gelombang UV Visible dan Infra Red. Pengertian
spektroskopi sendiri adalah istilah atau nama yang digunakan untuk ilmu (
secara teori ) yang mempelajari tentang hubungan antara radiasi/ sinar/ energy
( yang memiliki fungsi panjang gelombang yang biasa disebut dengan frekuensi )
dengan benda.
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan
sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube. Metode
ini dapat digunakan untuk sampel yang berupa larutan berwarna atau tidak
berwarna, karena pada umumnya suatu alat spektrofotometri dilengkapi sumber
cahaya untuk mengukur spectrum panjang gelombang pada daerah tertentu.
P0
|
c
|
b
|
P |
Gambar.1. Tabung
berisi larutan
|
c = konsentrasi larutan
b = panjang larutan yang dilalui sinar
P = Sinar yang diteruskan
P0 = Sinar yang masuk
|
Prinsip
kerja penentuan kadar protein dengan metode biuret adalah menganalisis adanya
ikatan peptida dengan cara menambahkan reagen biuret kedalam sample yang
kemudian di ukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer.
Pada
dasarnya suatu peptida adalah asil-asam amino, karena gugus –COOH dan –NH2
membentuk ikatan peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak
sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan dihidrolisis lebih lanjut akan
dihasilkan asam-asam amino. (Anna Poedjiadi, 1994).
Sifat
peptida ditentukan oleh gugus –COOH, –NH2 dan gugus R. Sifat asam
dan basa pada peptida ditentukan oleh gugus –COOH dan –NH2 , namun
pada rantai panjang gugus –COOH dan –NH2 yang terletak diujung
rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik
seperti pada asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan
protein. (Anna Poedjiadi, 1994).
Dalam praktikum kali ini, ada dua praktikum
yang harus dilakukan yaitu preparasi sampel dan pembuatan kurva standar. Pada
pembuatan kurva standar, sampel yang digunakan adalah BSA. BSA adalah Bovin
Serum Albumin. Menurut literature, 1 ml BSA mengandung protein sekitar 5 mg.
Hal tersebut menjadi dasar dalam pembuatan kurva standar. BSA dimasukkan
kedalam tabung berbeda dengan volume 0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1. Setelah
BSA dimasukkan kedalam tabung, tambahkan akuades kedalam tabung hingga
volumenya mencapai 4 ml kemudian ditambahkan lagi dengan 6 ml Biuret. Sampel
tersebut kemudian dimasukkan pada waterbath bersuhu 370 C selama 20
menit hingga warnanya berubah menjadi ungu sempurna. Setelah 20 menit, sampel diukur
absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540
nm.
Pada preparasi sampel, langkah yang harus
dilakukan adalah memasukkan 5 gram sampel kedalam labu 50 ml lalu diencerkan
dengan cara menambahkan akuades hingga tanda batas. Diambil 0,5 ml sampel yang
telah diencerkan lalu dimasukkan kedalam tabung yang selanjutnya ditambahkan
dengan 6 ml Biuret. Setelah larutan biuret ditambahkan kedalam tabung, sampel
dimasukkan kedalam waterbath bersuhu 370 C selama 20 menit hingga
warnanya berubah menjadi ungu sempurna. Setelah 20 menit, masukkan sampel
kedalam kuvet. Diusahakan agar sampel yang masuk tidak membentuk gelembung. Kuvet
yang telah diisi oleh sampel, dapat diuji absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV- visible pada panjang gelombang 540 nm.
Setelah melakukan prosedur praktikum tersebut,
dihasilkan data praktikum pada table sebagai berikut:
VOLUME BSA
( mL)
|
KONSENTRASI
( X )
|
ABSORBANSI
( Y )
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,125
|
0,010
|
0,2
|
0,25
|
0,08
|
0,4
|
0,5
|
0,033
|
0,6
|
0,75
|
0,049
|
0,8
|
1
|
0,052
|
1
|
1,25
|
0,076
|
( Hasil
Praktikum Penetapan Kurva Standar Sampel Telur Puyuh )
VOLUME BSA
( mL)
|
KONSENTRASI
( X )
|
ABSORBANSI
( Y )
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,125
|
0,01
|
0,2
|
0,25
|
0,029
|
0,4
|
0,5
|
0,058
|
0,6
|
0,75
|
0,064
|
0,8
|
1
|
0,079
|
1
|
1,25
|
0,095
|
( Hasil
Praktikum Penetapan Kurva Standar Sampel Telur Ayam )
Dikarenakan adanya kesalahan yang dilakukan
oleh praktikan ketika membaca absorbansi BSA pada spektrofotometer ( absorbansi
pada konsentrasi 0,25 terlalu tinggi ), maka untuk menentukan kurva standar
data yang digunakan berasal dari kelas sebelumnya. Kemungkinan penyebab
kesalahan tersebut adalah adanya konsentrasi NH4+ yang
tinggi sehingga reaksi dapat terganggu.
VOLUME BSA
( mL)
|
KONSENTRASI
( X )
|
ABSORBANSI
( Y )
|
0
|
0
|
0
|
0,1
|
0,125
|
0,011
|
0,2
|
0,25
|
0,021
|
0,4
|
0,5
|
0,041
|
0,6
|
0,75
|
0,071
|
0,8
|
1
|
0,081
|
1
|
1,25
|
0,094
|
( Hasil
Praktikum Penetapan Kurva Standar Kelas A )
Dari data tersebut, dapat dihasilkan persamaan
linear yang dapat digunakan untuk mencari konsentrasi suatu sampel. Konsentrasi
yang telah diketahui akan digunakan untuk mencari kadar protein dalam sampel
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
% Protein =
x FP x BJ x 100%
Dimana BJ =
Setelah melakukan perhitungan dengan
menggunakan persamaan linear y = 0,0782x + 0,023 kemudian konsentrasinya
diaplikasikan kedalam rumus, berikut adalah hasil perhitungannya:
KONSENTRASI
|
ABSORBANSI
|
% KADAR
PROTEIN
|
2,771
|
0,214
|
2,69 %
|
2,630
|
0,208
|
2,60 %
|
2,656
|
0,210
|
2,63 %
|
2,643
|
0,209
|
2,62 %
|
2,566
|
0,203
|
2,54 %
|
( Hasil
Praktikum Preparasi Sampel Telur Puyuh )
KONSENTRASI
|
ABSORBANSI
|
% KADAR
PROTEIN
|
1,85
|
0,144
|
1,82 %
|
1,65
|
0,129
|
1,63 %
|
1,65
|
0,129
|
1,63 %
|
1,77
|
0,138
|
1,75 %
|
1,60
|
0,125
|
1,58 %
|
( Hasil
Praktikum Preparasi Sampel Telur Ayam )
Apabila membandingkan hasil praktikum dengan
literature didapatkan hasil yang tidak berbeda jauh. Menurut literature, kadar
protein dalam telur puyuh adalah 2,72 %. Apabila melihat dan membandingkannya
maka kadar protein yang paling mendekati adalah pengujian sampel telur puyuh
pada konsentrasi 2,771 dengan absorbansi 0,214. Berdasarkan data diatas, dapat
dinyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu sampel, maka absorbansi yang
dihasilkan dalam pengukuran pun semakin besar.
( Grafik
Sampel Telur Puyuh )
( Grafik
Sampel Telur Ayam )
Grafik
diatas bertujuan untuk membandingkan hubungan antara absorbansi dengan
konsentrasinya. Menurut literature, semakin tinggi nilai absorbansinya maka
konsentrasinya pun akan semakin tinggi. Pada sampel telur puyuh, didapatkan
bahwa garis pada grafik hampir mendekati linier. Hal tersebut dapat dilihat
dari konsentrasi 2,770 yang memiliki nilai absorbansi 0,214. Kemungkinan dengan
konsentrasi 2,770 absorbansi yang dihasilkan dapat melebihi 0,214 ( agar garis
yang terbentu linier ). Sedangkan pada sampel telur ayam, garis yang dihasilkan
linier. Kemungkinan penyebab kesalahan tersebut adalah adanya kesalahan
praktikan dalam membaca nilai absorbansinya.
Selain
itu, kesalahan- kesalahan tersebut mungkin diakibatkan oleh kelemahan dari
metode Biuret seperti sifatnya yang kurang sensitive dibandingkan dengan metode
Lowry serta NH4+ dalam konsentrasi tinggi dapat
mengganggu reaksi antara larutan Biuret dengan sampel.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pada sampel telur puyuh,
garis pada grafiknya hampir mendekati linier. Hal tersebut dapat dilihat dari
konsentrasi 2,770 yang memiliki nilai absorbansi 0,214. Kemungkinan dengan
konsentrasi 2,770 absorbansi yang dihasilkan dapat melebihi 0,214 ( agar garis
yang terbentu linier ). Sedangkan pada sampel telur ayam, garis yang dihasilkan
linier. Kemungkinan penyebab kesalahan tersebut adalah adanya kesalahan
praktikan dalam membaca nilai absorbansinya. Selain itu, apabila membandingkan
antara kadar protein pada telur puyuh dan telur ayam, telur puyuh memiliki
kadar protein yang lebih tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonima .2011. Analisis Protein. http://hobiikan.blogspot.com/2011/10/analisis-pakan-analisis-protein.html diakses pada 11 Mei 2011.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989.
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bharta : Jakarta.
Lehninger.A.L, 1995.
Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga: Jakarta
Winarno, F. G.,
1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta.
Sudarmadji, S.,
Haryono, B., Suhardi, 1996. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
1 comment:
siipp
Post a Comment