Pages


11.21.2011

laporan praktikum kromatografi lapis tipis


V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia yang bekerja di Universitas Warsawa ( Sudarmadji, 2007 ). Pada saat itu, Michael Tswett melakukan pemisahan klorofil dari pigmen- pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi, komponen- komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam ( stationary ) dan fase bergerak ( mobile ). Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Berikut adalah klasifikasi jenis- jenis kromatografi berdasarkan fase bergerak dan fase diamnya:
Table.1 Jenis- jenis Kromatografi
Fase Bergerak
Fase Diam
Teknik Kromatografi
Prinsip
Gas
Padat
Gas padat
Absorbsi
Cair
Padat
Kolom, lapis tipis dan kertas
Absorbsi, Pertukaran ion, Permeasi gel dan Partisi
Cair
Cair
Kolom, lapis tipis dan kertas
Partisi
Gas
Cair
Gas- cair
Partisi

( Sumber : Sudarmadji, 2007 )
Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silica atau alumina yag seragam pada sebuah lempengan gelas atau logam atau plastic yang keras. Gel silica atau alumina mengandung substansi dimana substansi tersebut dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina ( alumunium oksida ).
Sedangkan fase gerak kromatografi disebut juga dengan eluent. Eluent adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan ( feed ) untuk melewati fase diam ( adsorbent ). Pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara adsorbent dan eluen ( Kantasubrata, 1993 ). Dalam kromatografi lapis tipis, eluen biasanya disebut sebagai larutan pengembang.
Praktikum kali ini akan dilakukan pengujian menggunakan metode kromatografi lapis tipis terhadap sampel daging sapi. Sampel daging sebanyak 0,1 gram ditambahkan dengan 1 ml akuades lalu dihancurkan. Sampel daging yang sudah dihancurkan ditambahkan akuades dengan perbandingan 1:1. Setelah itu ditambahkan dengan enzim papain 10%.
Gambarkan garis- garis pembatas pada lempengan. Panjang lempengan yang digunakan adalah 7 cm. Beri garis yang berjarak 1,5 cm dari dasar lempengan. Sedangkan untuk bagian atas lempengan diberi garis yang berjarak 0,5 cm. Setelah diberi garis, ditetesi/ ditempeli sampel dan larutan standar pada garis bawah lempengan dimana jarak penetesannya adalah 1 cm. Penetesan atau penempelan sampel dinamakan dengan pembuatan noda. Pembuatan noda sebaikanya menggunakan microfilter agar noda yang dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada garis. Setelah dilakukan pembuatan noda, dimasukkan lempengan kedalam wadah chamber yang telah berisi larutan standar dimana batas pencelupannya adalah ketika permukaan larutan sejajar dengan garis bawah lempengan.
Hitung lamanya waktu yang digunakan larutan standar untuk mencapai garis bagian atas lempengan. Kemudian hitung jarak yang telah ditempuh oleh larutan dan sampel. Setelah dihitung, jarak yang ditempuh antara sampel terhadap pelarutan dapat dinyatakan sebagai Rf. Rf atau Retardation Factor merupakan parameter berapa jauh zat yang akan dipisahkan bergerak dibandingkan dengan gerakan dari fase mobile pada waktu yang sama. Rf dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Rf =
Setelah melakukan prosedur praktikum, didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Table.2 Hasil Praktikum
Jarak yang ditempuh oleh pelarut = 5 cm
Kelompok
Sampel
Jarak
Rf
18
Daging
4,9 cm
0,98
19
Serin
2 cm
0,4
20
Daging
Tidak ada
Tidak ada
21
Leusin
3,4 cm
0,68
22
Metionin
3,2 cm
0,64

Contoh perhitungan Rf dari kelompok 18:
Jarak yang ditempuh oleh komponen = 4,9 cm
Jarak yang ditempuh oleh pelarut = 5
Maka Rf =  = 0,98
Apabila suatu sampel bergerak dengan jarak melebihi jarak yang ditempuh oleh pelarut, maka ada komponen lain yang terkandung dalam sampel selain pelarut ( Joslyn, 1970 ). Jarak yang ditempuh suatu senyawa dipengaruhi oleh kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa untuk terperangkap didalam fase diam. Terperangkapnya suatu senyawa kedalam fase diam dinamakan dengan penjerapan. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan ( Anonyma, 2010 ). Penjerapan bersifat tidak permanen yang ditandai dengan adanya pergerakan yang bersifat tetap dari molekul antara bagian senyawa yang terjerap pada permukaan gel silica dan bagian senyawa yang kembali pada larutan dalam pelarut.
Senyawa hanya akan dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika ada senyawa yang terjerap kedalam gel silica, pelarut akan bergerak tanpa senyawa sehingga menimbulkan jarak yang lebih panjang dibandingkan dengan senyawa.
Pada sampel daging kelompok 20, tidak ada nilai Rf yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pergerakan yang terjadi oleh senyawa. Kondisi tersebut merupakan kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam penempelan sampel kedalam lempengan, sehingga senyawa dalam sampel kurang menunjukkan pergerakan karena jumlahnya yang sedikit. Jumlah sampel yang sedikit akan memberikan pergerakan yang sedikit pula karena ada sebagian dari senyawa yang terperangkap serta bagian yang akan kembali pada larutan dalam pelarut. Selain itu, sampel dianggap mengandung ikatan hydrogen yang akan menyebabkan senyawa banyak yang terjerap ( Kurniawan, 2008 ). Dalam jumlah yang minim dan banyaknya bagian senyawa yang terjerap merupakan penyebab utama dari tidak adanya pergerakan dari sampel.
Namun apabila sampel yang ditempelkan terlalu banyak, maka akan menimbulkan suatu kondisi yang dinamakan tailing atau munculnya ekor. Tailing atau ekor disebabkan oleh aftinitas mol zat pada bahan penyerap yang lebih besar dibandingkan dengan kemampuan fase bergerak untuk membawa zat- zat tersebut sehingga banyak bagian dari zat tersebut yang akan tertinggal di fase tetap.
Namun tailing dapat diatasi dengan cara melarutkan kembali zat- zat yang terserap kuat pada fase tetap dengan asam atau dengan melakukan elusi secara bertahap dengan fase bergerak yang semakin polar. Pemakaian fase bergerak yang semakin polar akan berdampak pada perambatan fase yang semakin cepat. Namun apabila fase tetap yang digunakan bersifat sangat polar justru akan memperlambat perambatan zat ( Sudarmadji, 2007 ).


VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis yang digunakan adalah metode kromatografi lapis tipis yang menggunakan fase diam berupa padat ( lempengan ) dan fase bergerak berupa cair dengan prinsip absorbsi. Dari hasil praktikum, jarak yang ditempuh suatu senyawa dipengaruhi oleh kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa untuk terperangkap didalam fase diam ( dipengaruhi oleh ikatan hydrogen dalam sampel ).
Selain itu, diameter pembetukan noda atau banyaknya sampel yang ditempelkan juga sangat berpengaruh terhadap hasil. Apabila nodanya terlalu kecil atau sedikit, maka yang terjadi adalah tidak ada pergerakan. Sedangkan noda yang dibuat terlalu besar akan menyebabkan kondisi tailing yang dapat diatas dengan beberapa perlakuan selama praktikum. Kesalahan pada pembuatan noda terjadi pada sampel daging kelompok 20.


DAFTAR PUSTAKA
Anonyma. 2010. Kromatografi Lapis Tipis. Available at http://www.chem-is-try.org/?sect=belajar ( diakses pada tanggal 6 Juni 2011 pukul 15.00 WIB )

Joslyn, M. A. 1970. Methods in Food Analysis 2nd Edition. Academic Press : New York and London.

Kantasubrata, Julia. 1993. Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993. Situs Web Resmi Kimia Analitik : Pusat Penelitian Kimia LIPI

Kurniawan, Yahya. 2008. Pengaruh Jumlah Umpan Dan Laju Alir Eluen Pada Pemisahan Sukrosa Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi. Available at http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/jid/vol5no1/yahya.pdf ( diakses pada tanggal 6 Juni 2011 pukul 15.30 WIB )

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta. 

1 comment:

Anonymous said...

(y)