V.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Kromatografi
adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatan komponen
dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama kali dijelaskan
oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia yang bekerja di Universitas
Warsawa ( Sudarmadji, 2007 ). Pada saat itu, Michael Tswett melakukan pemisahan
klorofil dari pigmen- pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan kromatografi
kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi, komponen-
komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam ( stationary ) dan fase bergerak ( mobile ). Fase diam adalah fase yang
akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan
melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam
akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam
fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Berikut
adalah klasifikasi jenis- jenis kromatografi berdasarkan fase bergerak dan fase
diamnya:
Table.1 Jenis- jenis Kromatografi
Fase Bergerak
|
Fase Diam
|
Teknik
Kromatografi
|
Prinsip
|
Gas
|
Padat
|
Gas padat
|
Absorbsi
|
Cair
|
Padat
|
Kolom, lapis tipis dan kertas
|
Absorbsi, Pertukaran ion, Permeasi gel
dan Partisi
|
Cair
|
Cair
|
Kolom, lapis tipis dan kertas
|
Partisi
|
Gas
|
Cair
|
Gas- cair
|
Partisi
|
(
Sumber : Sudarmadji, 2007 )
Pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silica atau
alumina yag seragam pada sebuah lempengan gelas atau logam atau plastic yang
keras. Gel silica atau alumina mengandung substansi dimana substansi tersebut
dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut
atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa digunakan
adalah alumina ( alumunium oksida ).
Sedangkan
fase gerak kromatografi disebut juga dengan eluent. Eluent adalah fase gerak yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan ( feed ) untuk melewati
fase diam ( adsorbent ). Pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh adanya
interaksi antara adsorbent dan eluen ( Kantasubrata, 1993 ). Dalam kromatografi
lapis tipis, eluen biasanya disebut sebagai larutan pengembang.
Praktikum
kali ini akan dilakukan pengujian menggunakan metode kromatografi lapis tipis
terhadap sampel daging sapi. Sampel daging sebanyak 0,1 gram ditambahkan dengan
1 ml akuades lalu dihancurkan. Sampel daging yang sudah dihancurkan ditambahkan
akuades dengan perbandingan 1:1. Setelah itu ditambahkan dengan enzim papain
10%.
Gambarkan
garis- garis pembatas pada lempengan. Panjang lempengan yang digunakan adalah 7
cm. Beri garis yang berjarak 1,5 cm dari dasar lempengan. Sedangkan untuk
bagian atas lempengan diberi garis yang berjarak 0,5 cm. Setelah diberi garis,
ditetesi/ ditempeli sampel dan larutan standar pada garis bawah lempengan
dimana jarak penetesannya adalah 1 cm. Penetesan atau penempelan sampel dinamakan
dengan pembuatan noda. Pembuatan noda sebaikanya menggunakan microfilter agar
noda yang dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada
garis. Setelah dilakukan pembuatan noda, dimasukkan lempengan kedalam wadah
chamber yang telah berisi larutan standar dimana batas pencelupannya adalah
ketika permukaan larutan sejajar dengan garis bawah lempengan.
Hitung
lamanya waktu yang digunakan larutan standar untuk mencapai garis bagian atas
lempengan. Kemudian hitung jarak yang telah ditempuh oleh larutan dan sampel.
Setelah dihitung, jarak yang ditempuh antara sampel terhadap pelarutan dapat
dinyatakan sebagai Rf. Rf atau Retardation Factor merupakan parameter berapa
jauh zat yang akan dipisahkan bergerak dibandingkan dengan gerakan dari fase mobile
pada waktu yang sama. Rf dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Rf =
Setelah
melakukan prosedur praktikum, didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Table.2
Hasil Praktikum
Jarak yang ditempuh
oleh pelarut = 5 cm
Kelompok
|
Sampel
|
Jarak
|
Rf
|
18
|
Daging
|
4,9 cm
|
0,98
|
19
|
Serin
|
2 cm
|
0,4
|
20
|
Daging
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
21
|
Leusin
|
3,4 cm
|
0,68
|
22
|
Metionin
|
3,2 cm
|
0,64
|
Contoh
perhitungan Rf dari kelompok 18:
Jarak
yang ditempuh oleh komponen = 4,9 cm
Jarak
yang ditempuh oleh pelarut = 5
Maka
Rf =
=
0,98
Apabila
suatu sampel bergerak dengan jarak melebihi jarak yang ditempuh oleh pelarut,
maka ada komponen lain yang terkandung dalam sampel selain pelarut ( Joslyn,
1970 ). Jarak yang ditempuh suatu senyawa dipengaruhi oleh kelarutan senyawa
dalam pelarut serta kemampuan senyawa untuk terperangkap didalam fase diam.
Terperangkapnya suatu senyawa kedalam fase diam dinamakan dengan penjerapan.
Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada
permukaan ( Anonyma, 2010 ). Penjerapan bersifat tidak permanen yang
ditandai dengan adanya pergerakan yang bersifat tetap dari molekul antara
bagian senyawa yang terjerap pada permukaan gel silica dan bagian senyawa yang
kembali pada larutan dalam pelarut.
Senyawa
hanya akan dapat bergerak ke atas pada lempengan selama waktu terlarut dalam
pelarut. Ketika ada senyawa yang terjerap kedalam gel silica, pelarut akan
bergerak tanpa senyawa sehingga menimbulkan jarak yang lebih panjang dibandingkan
dengan senyawa.
Pada
sampel daging kelompok 20, tidak ada nilai Rf yang dihasilkan. Hal tersebut
dikarenakan tidak adanya pergerakan yang terjadi oleh senyawa. Kondisi tersebut
merupakan kesalahan yang dilakukan oleh praktikan dalam penempelan sampel
kedalam lempengan, sehingga senyawa dalam sampel kurang menunjukkan pergerakan
karena jumlahnya yang sedikit. Jumlah sampel yang sedikit akan memberikan
pergerakan yang sedikit pula karena ada sebagian dari senyawa yang terperangkap
serta bagian yang akan kembali pada larutan dalam pelarut. Selain itu, sampel
dianggap mengandung ikatan hydrogen yang akan menyebabkan senyawa banyak yang
terjerap ( Kurniawan, 2008 ). Dalam jumlah yang minim dan banyaknya bagian
senyawa yang terjerap merupakan penyebab utama dari tidak adanya pergerakan
dari sampel.
Namun
apabila sampel yang ditempelkan terlalu banyak, maka akan menimbulkan suatu
kondisi yang dinamakan tailing atau munculnya ekor. Tailing atau ekor
disebabkan oleh aftinitas mol zat pada bahan penyerap yang lebih besar
dibandingkan dengan kemampuan fase bergerak untuk membawa zat- zat tersebut
sehingga banyak bagian dari zat tersebut yang akan tertinggal di fase tetap.
Namun
tailing dapat diatasi dengan cara melarutkan kembali zat- zat yang terserap
kuat pada fase tetap dengan asam atau dengan melakukan elusi secara bertahap
dengan fase bergerak yang semakin polar. Pemakaian fase bergerak yang semakin
polar akan berdampak pada perambatan fase yang semakin cepat. Namun apabila
fase tetap yang digunakan bersifat sangat polar justru akan memperlambat
perambatan zat ( Sudarmadji, 2007 ).
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis
yang digunakan adalah metode kromatografi lapis tipis yang menggunakan fase
diam berupa padat ( lempengan ) dan fase bergerak berupa cair dengan prinsip
absorbsi. Dari hasil praktikum, jarak yang ditempuh suatu
senyawa dipengaruhi oleh kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemampuan
senyawa untuk terperangkap didalam fase diam ( dipengaruhi oleh ikatan hydrogen
dalam sampel ).
Selain
itu, diameter pembetukan noda atau banyaknya sampel yang ditempelkan juga
sangat berpengaruh terhadap hasil. Apabila nodanya terlalu kecil atau sedikit,
maka yang terjadi adalah tidak ada pergerakan. Sedangkan noda yang dibuat
terlalu besar akan menyebabkan kondisi tailing yang dapat diatas dengan
beberapa perlakuan selama praktikum. Kesalahan pada pembuatan noda terjadi pada
sampel daging kelompok 20.
DAFTAR PUSTAKA
Anonyma.
2010. Kromatografi Lapis Tipis. Available
at http://www.chem-is-try.org/?sect=belajar ( diakses pada
tanggal 6 Juni 2011 pukul 15.00 WIB )
Joslyn,
M. A. 1970. Methods in Food Analysis 2nd Edition. Academic Press :
New York and London.
Kantasubrata,
Julia. 1993. Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993. Situs Web Resmi Kimia
Analitik : Pusat Penelitian Kimia LIPI
Kurniawan,
Yahya. 2008. Pengaruh Jumlah Umpan Dan Laju Alir Eluen Pada Pemisahan Sukrosa
Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi. Available
at http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/jid/vol5no1/yahya.pdf ( diakses pada
tanggal 6 Juni 2011 pukul 15.30 WIB )
Sudarmadji, S.,
Haryono, B., Suhardi, 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
1 comment:
(y)
Post a Comment