Pages


5.12.2012

praktikum bubuk jahe dan jahe kering


IV.       HASIL PENGAMATAN
1.      Pengeringan Jahe
SEBELUM
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
114, 4147 g
190,1430 g
105,9734 g
100,2616 g
Warna
Cokelat keputihan
Hijau kekuningan
Kuning kecokelatan
Kuning keputihan
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Lunak +
Aroma
-
-
Khas jahe
Khas jahe +++

SESUDAH
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
48,1401 g
9,2532 g
4,4479 g
5,3194 g
Warna
Cokelat keputihan
Cokelat muda
Kuning pucat
Putih kekuningan
Tekstur
Lunak
Kering, rapuh
Rapuh
Rapuh
Aroma
Khas jahe
Harum khas jahe
Khas jahe +
Khas jahe +
Rendemen
42,075%
4,866%
4,197%
5,305%

2.      Penggilingan Jahe

Perlakuan
9
10
11
12
Aroma
Khas jahe ++++
khas jahe ++++
Khas jahe +++++
Khas jahe ++++
Warna
Kuning cerah
Kuning
Kuning kecokelatan
Kuning kecokelatan
Tekstur
halus, lembut
halus, lembut
kasar
halus, lembut
Berat bubuk
4,4314 g
5,7363 g
44,3510 g
7,9403 g
Rendemen
4,1816%
5,72%
38,76%
4,176%



Keterangan :
Perlakuan I      : Tanpa perlakuan (Kelompok 11)
Perlakuan II    : Pengirisan tipis-tipis (Kelompok 9)
Perlakuan III   : Rendam di CaCl2 selama 15 menit (Kelompok 10)
Perlakuan IV   : Rendam di Na-metabisulfit  15 menit (Kelompok 12)
V.        PEMBAHASAN
Jahe atau Zingiber officinale merupakan salah satu tanaman rempah jenis rimpang- rimpangan dari suku Zingiberaceae. Bagian akar atau rimpang dari jahe pada umumnya berwarna kuning agak kotor pada bagian luar dan ketika semakin tua warnanya akan berubah menjadi cokelat keabu- abuan. Sedangkan pada penampang dalamnya, bagian tepi jahe berwarna kuning pucat namun agak lebih muda dibandingkan dengan bagian tengahnya. Jahe memiliki aroma khas jahe yang harum dengan rasa yang pedas atau sensasi panas yang tajam.   
Berdasarkan pengolahannya, produk olahan jahe dapat dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu produk olahan jahe primer dan produk olahan jahe sekunder. Produk olahan primer dari jahe adalah sebagai berikut:
1.      Jahe segar. Jahe segar pada umumnya digunakan untuk obat dan bahan campuran untuk minuman penghangat ( bandrek ).
2.      Jahe yang diawetkan. Pada umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan jahe asam, jahe kristal dan sirup jahe.
3.      Jahe kering. Jahe kering pada umumnya dapat digunakan sebagai bumbu masak atau pemberi aroma pada makanan.
Sedangkan produk olahan sekunder dari jahe adalah sebagai berikut:
1.      Bubuk jahe atau tepung jahe.
2.      Minyak jahe.
3.      Oleoresin jahe.
Pada praktikum kali ini, akan dilakukan pembuatan beberapa produk olahan dari jahe ( primer dan sekunder) berupa jahe kering dan jahe bubuk. Dalam pembuatan jahe kering, pengeringannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari serta pengeringan dengan menggunakan alat pengering.
Pada pembuatan jahe kering, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menimbang berat dari jahe utuh kemudian jahe tersebut diberi salah satu perlakuan sebagai berikut:
-          Perlakuan 1 : tanpa perlakuan
-          Perlakuan 2 : jahe dikupas kemudian diiris tipis- tipis.
-          Perlakuan 3 : jahe dikupas kemudian direndam kedalam larutan CaCl2 selama 15 menit.
-          Perlakuan 4 : jahe dikupas lalu diiris tipis. Jahe yang telah diiris kemudian direndam kedalam larutan Na- metabisulfit selama 15 menit.
            Setelah diberi salah satu perlakuan diatas, jahe dikeringkan dalam oven pada suhu 50 0C selama 3 hari.
Table 1. Hasil Pengeringan Jahe Dengan Berbagai Perlakuan
SEBELUM
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
114, 4147 g
190,1430 g
105,9734 g
100,2616 g
Warna
Cokelat keputihan
Hijau kekuningan
Kuning kecokelatan
Kuning keputihan
Tekstur
Keras
Keras
Keras
Lunak +
Aroma
-
-
Khas jahe
Khas jahe +++

SESUDAH
Perlakuan
I
II
III
IV
Berat
48,1401 g
9,2532 g
4,4479 g
5,3194 g
Warna
Cokelat keputihan
Cokelat muda
Kuning pucat
Putih kekuningan
Tekstur
Lunak
Kering, rapuh
Rapuh
Rapuh
Aroma
Khas jahe
Harum khas jahe
Khas jahe +
Khas jahe +
Rendemen
42,075%
4,866%
4,197%
5,305%
Jahe kering berdasarkan cara pengeringannya dapat dikelompokkan kedalam 4 jenis yaitu:
a.       Scraped Ginger : jahe utuh yang dikupas kemudian dikeringkan.
b.      Coated Ginger : jahe utuh yang kemudian diiris dan dikeringkan hingga kulitnya berubah menjadi kecokelatan.
c.       Bleached Ginger : jahe utuh yang dikeringkan dengan pencelupan dalam air kapur.
d.      Black Ginger : jahe utuh kemudian dikeringkan dengan pencelupan dalam air panas selama 10- 15 menit.
Sedangkan berdasarkan cara pengupasannya, jahe kering dapat dikelompokkan kedalam 3 jenis yaitu:
a.       Jahe tanpa dikuliti.
b.      Jahe setengah dikuliti.
c.       Jahe dikuliti seluruhnya.
Jahe perlakuan 1 hampir sama dengan perlakuan scraped ginger dan jahe perlakuan 2 hampir sama dengan coated ginger, hanya saja pada jahe 1 dan 2 kulit jahe tidak dikupas terlebih dahulu. Sedangkan jahe perlakuan 3 dan 4 hampir sama dengan black ginger. Pencelupan air panas memiliki tujuan yang sama dengan penambahan larutan Na- metabisulfit dan CaCl2 yaitu untuk menonaktifkan enzim yang berada dalam jahe.
Menurut literature, jahe kering tanpa dikuliti mempunyai rendemen berkisar antara 60% hingga 70%. Sedangkan pada hasil praktikum ( perlakuan 1), rendemen jahe kering yang dihasilkan adalah 42,075%. Sedangkan pada jahe yang dikuliti pada umumnya mempunyai rendemen antara 50- 60%. Kemungkinan penyebab perbedaan tersebut adalah terlalu lamanya waktu pengeringan yang dilakukan. Antara perlakuan 1 dan perlakuan lainnya, didapatkan bahwa berat jahe kering perlakuan lebih besar dibandingkan sampel lainnya. Hal tersebut kemungkinan disebabkan sedikitnya air yang mampu melewati kulit jahe dan kemudian menguap ( Okos et all., 1992 ). Pengeringan dipengaruhi oleh beberpa factor sebagai berikut:
1.      Suhu
2.      Kelembaban.
3.      Laju aliran udara.
4.      Permukaan bahan yang langsung berhubungan dengan udara.
5.      Tekanan.
Pengeringan dilakukan berdasarkan terjadinya penguapan air dari bahan ke udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Pada hal tersebut, udara mengandung uap air atau kelembaban nisbi yang relative lebih rendah sehingga menyebabkan penguapan. Factor yang mempengaruhi hasil praktikum adalah factor ke 4. Karena pada perlakuan 1, permukaan bahan yang harus ditembus oleh air lebih tebal dibandingkan dengan sampel lainnya.
Pengeringan akan mengubah sifat fisis dan kimianya dan diduga dapat mengubah kemampuannya dalam memantulkan, menyebarkan, menyerap, dan meneruskan sinar, sehingga mengubah warna bahan pangan. Perubahan warna yang terjadi pada sampel praktikum kemungkinan disebabkan telah berubahnya kandungan karotenoid dalam jahe. Sedangkan perubahan aroma yang terjadi pada sampel yang telah dikeringkan kemungkinan disebabkan oleh telah berkurangnya senyawa- senyawa volátil akibat menguap.
Akibat lain dari pengeringan adalah berkurangnya berat bahan karena adanya pengurangan kadar air. Menurut estándar mutu jahe kering Canadian Government, kadar air dalam jahe kering tidak boleh melebihi 10%. Berikut adalah data jumlah kadar air dalam sampel:
Perlakuan
Kadar Air ( %)
I
57,92 %
II
95,13 %
III
95,80 %
IV
94,69 %

Kadar air =  x 100%
Apabila kadar air pada jahe kering melebihi 10%, maka pertumbuhan kapang pun akan dipercepat sehingga umur simpannya akan menjadi lebih pendek.
Pada pembuatan bubuk jahe, jahe kering yang dihasilkan dari praktikum sebelumnya dihaluskan dalam grinder lalu ditimbang. Diamati warna, aroma dan rendemennya.
Table 2. Hasil Praktikum Pembuatan Bubuk Jahe

Perlakuan
I
II
III
IV
Aroma
Khas jahe +++++
Khas jahe ++++
khas jahe ++++
Khas jahe ++++
Warna
Kuning kecokelatan
Kuning cerah
Kuning
Kuning kecokelatan
Tekstur
kasar
halus, lembut
halus, lembut
halus, lembut
Berat bubuk
44,3510 g
4,4314 g
5,7363 g
7,9403 g
Rendemen
38,76%
4,1816%
5,72%
4,176%

Bubuk jahe merupakan salah satu jenis olahan sekunder dari jahe. Bubuk jahe pada umumnya terbuat dari jahe yang telah dikeringkan hingga kadar airnya 4 %. Bubuk jahe sering digunakan sebagai bahan penambah aroma dan rasa pada kari serta minuman seperti minuman anggur dan brendi.
Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa pada bubuk jahe perlakuan 1 memiliki rendemen paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kemungkinan butir bubuk jahe yang dihasilkan pada sampel jahe perlakuan 1 lebih kasar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kedua hal tersebut adalah pada saat pengeringan dilakukan, kadar air dalam sampel jahe perlakuan 1 lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Aroma pada bubuk jahe sampel perlakuan 1 lebih tajam dibandingkan dengan bubuk jahe sampel perlakuan lainnya. Kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut adalah senyawa zingiberol pada jahe perlakuan 1 belum menguap sepenuhnya.


VI.       KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan 2,3 dan 4 memiliki kualitas rendemen jahe bubuk dan jahe kering yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan 1 dan mempunyai tekstur yang lebih unggul dibandingkan dengan perlakuan 1. Namun jahe perlakuan 1, mempunyai aroma dan warna bubuk serta jahe kering yang lebih unggul dibandingkan dengan sampel jahe perlakuan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-press. Jakarta.

Indonesia, Kadin. 1997. Pengolahan Jahe. Available at : http://www.kadin-indonesia.or.id/id/doc/UKM_Teknologi_Jahe.pdf ( diakses pada tanggal 28 November 2011 )

Okos et all. 1992. Food Dehydration In Handbook Food Engineering. Marcel Dekker Inc. : New York

Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

3 comments:

Smart Farmer said...

info ini sangat sangat bermanfaat bagi saya pelaku usaha jahe di mamuju sulawesi barat, dengan ini saya minta ijin kopas di blog saya.....terimakasih atas ilmunya

Smart Farmer said...

saya mau bertanya, untuk mendapatkan jahe kering keras patah kira-kira rendemennya jadi berapa ya, apa sekitar 42% juga ? terimaksih

jual action figure said...

memang jahe sangat banyak manfaatnya